Rabu, 18 Agustus 2010
Selasa, 17 Agustus 2010
Rabu, 11 Agustus 2010
Selayang Pandang
Selamat datang di TokoPertanian "Barokah"
Kami adalah salah satu toko pertanian di Kecamatan Sukosari, Kab. Bondowoso yang menyediakan semua kebutuhan dalam bisnis pertanian anda. Nantikan kedatangan kami, karena sistem pelayanan kami beda dari yang lain, selalu update dan mengutamakan barang yang berkualitas, kecepatan transaksi dan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen kami serta harga yang sangat kompetitif.
Jangan lewatkan penawaran terbaik kami di Produk Diskon, dan jadilah orang pertama yang me-review produk-produk kami.
Salam,
Toko Pertanian "Barokah"
M. Masyhudi
Sukosari-Bondowoso
11 Agustus 2010
Kami adalah salah satu toko pertanian di Kecamatan Sukosari, Kab. Bondowoso yang menyediakan semua kebutuhan dalam bisnis pertanian anda. Nantikan kedatangan kami, karena sistem pelayanan kami beda dari yang lain, selalu update dan mengutamakan barang yang berkualitas, kecepatan transaksi dan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen kami serta harga yang sangat kompetitif.
Jangan lewatkan penawaran terbaik kami di Produk Diskon, dan jadilah orang pertama yang me-review produk-produk kami.
Salam,
Toko Pertanian "Barokah"
M. Masyhudi
Sukosari-Bondowoso
11 Agustus 2010
Minggu, 04 Juli 2010
Produk Jagung Hibrida PT BISI
BISI® 2
- Pertumbuhan tanamannya tegak, seragam dan tahan roboh.
- Toleran terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan bercak daun.
- Dapat menghasilkan 2 tongkol yang sama besarnya.
- Jarak tanam dan pemupukan yang tidak sesuai anjuran akan mempengaruhi keluarnya 2 tongkol.
- Rendemennya sangat tinggi yaitu 83 %, karena mempunyai ukuran janggel kecil, dengan ukuran tongkol besar dan silindris.
- Tongkol jagung tertutup rapat, sehingga busuk buah berkurang.
- Potensi hasil rata-rata 9 - 13 ton pipil kering per hektar.
- Dapat dipanen pada umur ± 103 hari setelah tanam.
- Populasi tanaman sekitar 62.000 per ha.
- Kebutuhan benih ± 15 kg/ha.
- BISI® 7
- Tanaman tegak dan kokoh
- Daun erect, lebih efisien dalam pemanfaatan cahaya matahari
- Tongkol besar dan terisi penuh
- Potensi hasil 10,4 ton/ha pipil kering
- Tahan penyakit bulai, karat daun
- Umur panen ± 97 hari setelah tanam.
- BISI® 8
- Pertumbuhan tanaman kuat dan seragam.
- Toleran terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan bercak daun.
- Dapat dipanen mulai umur ± 97 hari setelah pindah tanam.
- Produksi rata-rata 8 ton dengan potensi hasil mencapai 11 ton pipil kering tiap hektar.
- F1 BISI® 9
- Pertumbuhan tanaman kokoh dan seragam.
- Toleran terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan bercak daun.
- Dapat dipanen mulai umur ± 99 hari setelah pindah tanam.
- Produksi rata-rata 7,7 ton dengan potensi hasil mencapai 12,6 ton pipil kering tiap hektar.
- BISI® 10
- Pertumbuhan tanaman kokoh dan seragam.
- Toleran terhadap serangan penyakit bulai, karat daun dan bercak daun.
- Dapat dipanen mulai umur ± 100 hari setelah pindah tanam.
- Potensi hasil mencapai ± 11,8 ton pipil kering tiap hektar.
Kamis, 01 Juli 2010
Budidaya Bawang Merah
Bawang merah (Allium cepa) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Agar sukses budidaya bawang merah kita dihadapkan dengan berbagai masalah (resiko) di lapangan. Diantaranya cara budidaya, serangan hama dan penyakit, kekurangan unsur mikro, dll yang menyebabkan produksi menurun. Memperhatikan hal tersebut, PT. NATURAL NUSANTARA berupaya membantu penyelesaian permasalahan tersebut. Salah satunya dengan peningkatan produksi bawang merah secara kuantitas, kualitas dan kelestarian ( K - 3 ), sehingga petani dapat berkarya dan berkompetisi di era perdagangan bebas.
A. PRA TANAM
1. Syarat Tumbuh
Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, tekstur sedang sampai liat. Jenis tanah Alluvial, Glei Humus atau Latosol, pH 5.6 - 6.5, ketinggian 0-400 mdpl, kelembaban 50-70 %, suhu 25-320 C
2. Pengolahan Tanah
Pupuk kandang disebarkan di lahan dengan dosis 0,5-1 ton/ 1000 m2
Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)
Dibuat bedengan dengan lebar 120 -180 cm
Diantara bedengan pertanaman dibuat saluran air (canal) dengan lebar 40-50 cm dan kedalaman 50 cm.
Apabila pH tanah kurang dari 5,6 diberi Dolomit dosis + 1,5 ton/ha disebarkan di atas bedengan dan diaduk rata dengan tanah lalu biarkan 2 minggu.
Untuk mencegah serangan penyakit layu taburkan GLIO 100 gr (1 bungkus GLIO) dicampur 25-50 kg pupuk kandang matang, diamkan 1 minggu lalu taburkan merata di atas bedengan. '
3. Pupuk Dasar
Berikan pupuk : 2-4 kg Urea + 7-15 kg ZA + 15-25 kg SP-36 secara merata diatas bedengan dan diaduk rata dengan tanah.
Atau jika dipergunakan Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) dosis ± 20 kg/ 1000 m2 dicampur rata dengan tanah di bedengan.
Siramkan pupuk SUPER NASA yang telah dicampur air secara merata di atas bedengan dengan dosis ± 10 botol/1000 m2 dengan cara :
- alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
- alternatif 2 : setiap 1 gembor volume 10 lt diberi 1 sendok peres makan Super Nasa untuk menyiram 5-10 meter bedengan.
Biarkan selama 5 - 7 hari
4. Pemilihan Bibit
- Ukuran umbi bibit yang optimal adalah 3-4 gram/umbi.
- Umbi bibit yang baik yang telah disimpan 2-3 bulan dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya)
- Umbi bibit harus sehat, ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos), kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau)
B. FASE TANAM
1. Jarak Tanam
Pada Musim Kemarau, 15 x 15 cm, varietas Ilocos, Tadayung atau Bangkok
Pada Musim Hujan 20 x 15 cm varietas Tiron
2. Cara Tanam
Umbi bibit direndam dulu dalam larutan NASA + air ( dosis 1 tutup/lt air )
Taburkan GLIO secara merata pada umbi bibit yg telah direndam NASA
Simpan selama 2 hari sebelum tanam
Pada saat tanam, seluruh bagian umbi bibit yang telah siap tanam dibenamkan ke dalam permukaan tanah. Untuk tiap lubang ditanam satu buah umbi bibit.
C. AWAL PERTUMBUHAN ( 0 - 10 HST )
1. Pengamatan Hama
Waspadai hama Ulat Bawang ( Spodoptera exigua atau S. litura), telur diletakkan pada pangkal dan ujung daun bawang merah secara berkelompok, maksimal 80 butir. Telur dilapisi benang-benang putih seperti kapas.
Kelompok telur yang ditemukan pada rumpun tanaman hendaknya diambil dan dimusnahkan. Populasi diatas ambang ekonomi kendalikan dengan VIREXI atau VITURA . Biasanya pada bawang lebih sering terserang ulat grayak jenis Spodoptera exigua dengan ciri terdapat garis hitam di perut /kalung hitam di leher, dikendalikan dengan VIREXI.
Ulat tanah . Ulat ini berwarna coklat-hitam. Pada bagian pucuk /titik tumbuhnya dan tangkai kelihatan rebah karena dipotong pangkalnya. Kumpulan ulat pada senja/malam hari. Jaga kebersihan dari sisa-sisa tanaman atau rerumputan yang jadi sarangnya. Semprot dengan PESTONA.
Penyakit yang harus diwaspadai pada awal pertumbuhan adalah penyakit layu Fusarium. Gejala serangan penyakit ini ditandai dengan menguningnya daun bawang, selanjutnya tanaman layu dengan cepat (Jawa : ngoler). Tanaman yang terserang dicabut lalu dibuang atau dibakar di tempat yang jauh. Preventif kendalikan dengan GLIO.
2. Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan pertama dilakukan umur 7-10 HST dan dilakukan secara mekanik untuk membuang gulma atau tumbuhan liar yang kemungkinan dijadikan inang hama ulat bawang. Pada saat penyiangan dilakukan pengambilan telur ulat bawang
Dilakukan pendangiran, yaitu tanah di sekitar tanaman didangir dan dibumbun agar perakaran bawang merah selalu tertutup tanah. Selain itu bedengan yang rusak atau longsor perlu dirapikan kembali dengan cara memperkuat tepi-tepi selokan dengan lumpur dari dasar saluran (di Brebes disebut melem).
3. Pemupukan pemeliharaan/susulan
Dosis pemupukan bervariasi tergantung jenis dan kondisi tanah setempat. Jika kelebihan Urea/ZA dapat mengakibatkan leher umbi tebal dan umbinya kecil-kecil, tapi jika kurang, pertumbuhan tanaman terhambat dan daunnya menguning pucat. Kekurangan KCl juga dapat menyebabkan ujung daun mengering dan umbinya kecil.
Pemupukan dilakukan 2 kali
( dosis per 1000 m2 ) :
- 2 minggu : 5-9 kg Urea+10-20 kg ZA+10-14 kg KCl
- 4 minggu : 3-7 kg Urea+ 7-15 kg ZA+12-17 kg KCl
Campur secara merata ketiga jenis pupuk tersebut dan aplikasikan di sekitar rumpun atau garitan tanaman. Pada saat pemberian jangan sampai terkena tanaman supaya daun tidak terbakar dan terganggu pertumbuhannya.
Atau jika dipergunakan Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) dosis ± 20 kg/ 1000 m2 diberikan pada umur ± 2 minggu.
4. Pengairan
Pada awal pertumbuhan dilakukan penyiraman dua kali, yaitu pagi dan sore hari. Penyiraman pagi hari usahakan sepagi mungkin di saat daun bawang masih kelihatan basah untuk mengurangi serangan penyakit. Penyiraman sore hari dihentikan jika persentase tanaman tumbuh telah mencapai lebih 90 %
Air salinitas tinggi kurang baik bagi pertumbuhan bawang merah
Tinggi permukaan air pada saluran ( canal ) dipertahankan setinggi 20 cm dari permukaan bedengan pertanaman
D. FASE VEGETATIF ( 11- 35 HST )
1. Pengamatan Hama dan Penyakit
Hama Ulat bawang, S. litura dan S. exigua
Thrips, mulai menyerang umur 30 HST karena kelembaban di sekitar tanaman relatif tinggi dengan suhu rata-rata diatas normal. Daun bawang yang terserang warnanya putih berkilat seperti perak Serangan berat terjadi pada suhu udara diatas normal dengan kelembaban diatas 70%. Jika ditemukan serangan, penyiraman dilakukan pada siang hari, amati predator kumbang macan. Populasi diatas ambang ekonomi kendalikan dengan BVR atau PESTONA.
Penyakit Bercak Ungu atau Trotol, disebabkan oleh jamur Alternaria porii melalui umbi atau percikan air dari tanah. Gejala serangan ditandai terdapatnya bintik lingkaran konsentris berwarna ungu atau putih-kelabu di daun dan di tepi daun kuning serta mongering ujung-ujungnya. Serangan pada umbi sehabis panen mengakibatkan umbi busuk sampai berair dengan warna kuning hingga merah kecoklatan. Jika ada hujan rintik-rintik segera dilakukan penyiraman. Preventif dengan penebaran GLIO.
Penyakit Antraknose atau Otomotis, disebabkan oleh jamur Colletotricum gloesporiodes. Gejala serangan adalah ditandai terbentuknya bercak putih pada daun, selanjutnya terbentuk lekukan yang akan menyebabkan patahnya daun secara serentak (istilah Brebes: otomatis). Jika ada gejala, tanaman terserang segera dicabut dibakar dan dimusnahkan. Untuk jamur yang ada didalam tanah kendalikan dengan GLIO
Penyakit oleh virus.
- Gejalanya pertumbuhan kerdil, daun menguning, melengkung ke segala arah dan terkulai serta anakannya sedikit. Usahakan memakai bibit bebas virus dan pergiliran tanaman selain golongan bawang-bawangan.
Busuk umbi oleh bakteri.
- Umbi yang terserang jadi busuk dan berbau. Biasa menyerang setelah dipanen. Usahakan tempat yang kering.
- Busuk umbi/ leher batang oleh jamur.
- Bagian yang terserang jadi lunak, melekuk dan berwarna kelabu. Jaga agar tanah tidak terlalu becek (atur drainase).
- Untuk pencegahan hama-penyakit usahakan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman lain (bukan golongan Bawang-bawangan. PESTISIDA Kimia digunakan sebagai alternatif terakhir untuk mengatasi serangan hama-penyakit.
2. Pengelolaan Tanaman
- Penyiangan kedua dilakukan pada umur
30-35 HST dilanjutkan pendagiran, pembumbunan dan perbaikan bedengan yang rusak.
- Penyemprotan POC NASA dengan dosis 4-5 tutup/tangki tiap 7-10 hari sekali mulai 7 hari setelah tanam hingga hari ke 50-55. Mulai hari ke 35 penyemprotan ditambah HORMONIK dengan dosis 1-2 tutup/ tangki (dicampurkan dengan NASA).
- Pengairan, penyiraman 1x per hari pada pagi hari, jika ada serangan Thrips dan ada hujan rintik-rintik penyiraman dilakukan siang hari.
E. PEMBENTUKAN UMBI ( 36 - 50HST )
Pada fase pengamatan HPT sama seperti fase Vegetatif, yang perlu diperhatikan adalah pengairannya. Butuh air yang banyak pada musim kemarau sehingga perlu dilakukan penyiraman sehari dua kali yaitu pagi dan sore hari.
F. PEMATANGAN UMBI ( 51- 65 HST )
Pada fase ini tidak begitu banyak air sehingga penyiraman hanya dilakukan sehari sekali yaitu pada sore hari.
G. PANEN DAN PACA PANEN
1. Panen
> 60-90 % daun telah rebah, dataran rendah pemanenan pada umur 55-70 hari, dataran tinggi umur 70 - 90 hari.
> Panen dilakukan pada pagi hari yang cerah dan tanah tidak becek
> Pemanenan dengan pencabutan batang dan daun-daunnya. Selanjutnya 5-10 rumpun diikat menjadi satu ikatan (Jawa : dipocong)
2. Pasca Panen
- Penjemuran dengan alas anyaman bambu (Jawa : gedeg). Penjemuran pertama selama 5-7 hari dengan bagian daun menghadap ke atas, tujuannya mengeringkan daun. Penjemuran kedua selama2-3 hari dengan umbi menghadap ke atas, tujuannya untuk mengeringkan bagian umbi dan sekaligus dilakukan pembersihan umbi dari sisa kotoran atau kulit terkelupas dan tanah yang terbawa dari lapangan. Kadar air 89 85 % baru disimpan di gudang.
- Penyimpanan, ikatan bawang merah digantungkan pada rak-rak bambu. Aerasi diatur dengan baik, suhu gudang 26-290C kelembaban 70-80%, sanitasi gudang.
A. PRA TANAM
1. Syarat Tumbuh
Bawang merah dapat tumbuh pada tanah sawah atau tegalan, tekstur sedang sampai liat. Jenis tanah Alluvial, Glei Humus atau Latosol, pH 5.6 - 6.5, ketinggian 0-400 mdpl, kelembaban 50-70 %, suhu 25-320 C
2. Pengolahan Tanah
Pupuk kandang disebarkan di lahan dengan dosis 0,5-1 ton/ 1000 m2
Diluku kemudian digaru (biarkan + 1 minggu)
Dibuat bedengan dengan lebar 120 -180 cm
Diantara bedengan pertanaman dibuat saluran air (canal) dengan lebar 40-50 cm dan kedalaman 50 cm.
Apabila pH tanah kurang dari 5,6 diberi Dolomit dosis + 1,5 ton/ha disebarkan di atas bedengan dan diaduk rata dengan tanah lalu biarkan 2 minggu.
Untuk mencegah serangan penyakit layu taburkan GLIO 100 gr (1 bungkus GLIO) dicampur 25-50 kg pupuk kandang matang, diamkan 1 minggu lalu taburkan merata di atas bedengan. '
3. Pupuk Dasar
Berikan pupuk : 2-4 kg Urea + 7-15 kg ZA + 15-25 kg SP-36 secara merata diatas bedengan dan diaduk rata dengan tanah.
Atau jika dipergunakan Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) dosis ± 20 kg/ 1000 m2 dicampur rata dengan tanah di bedengan.
Siramkan pupuk SUPER NASA yang telah dicampur air secara merata di atas bedengan dengan dosis ± 10 botol/1000 m2 dengan cara :
- alternatif 1 : 1 botol Super Nasa diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan induk. Kemudian setiap 50 lt air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk menyiram bedengan.
- alternatif 2 : setiap 1 gembor volume 10 lt diberi 1 sendok peres makan Super Nasa untuk menyiram 5-10 meter bedengan.
Biarkan selama 5 - 7 hari
4. Pemilihan Bibit
- Ukuran umbi bibit yang optimal adalah 3-4 gram/umbi.
- Umbi bibit yang baik yang telah disimpan 2-3 bulan dan umbi masih dalam ikatan (umbi masih ada daunnya)
- Umbi bibit harus sehat, ditandai dengan bentuk umbi yang kompak (tidak keropos), kulit umbi tidak luka (tidak terkelupas atau berkilau)
B. FASE TANAM
1. Jarak Tanam
Pada Musim Kemarau, 15 x 15 cm, varietas Ilocos, Tadayung atau Bangkok
Pada Musim Hujan 20 x 15 cm varietas Tiron
2. Cara Tanam
Umbi bibit direndam dulu dalam larutan NASA + air ( dosis 1 tutup/lt air )
Taburkan GLIO secara merata pada umbi bibit yg telah direndam NASA
Simpan selama 2 hari sebelum tanam
Pada saat tanam, seluruh bagian umbi bibit yang telah siap tanam dibenamkan ke dalam permukaan tanah. Untuk tiap lubang ditanam satu buah umbi bibit.
C. AWAL PERTUMBUHAN ( 0 - 10 HST )
1. Pengamatan Hama
Waspadai hama Ulat Bawang ( Spodoptera exigua atau S. litura), telur diletakkan pada pangkal dan ujung daun bawang merah secara berkelompok, maksimal 80 butir. Telur dilapisi benang-benang putih seperti kapas.
Kelompok telur yang ditemukan pada rumpun tanaman hendaknya diambil dan dimusnahkan. Populasi diatas ambang ekonomi kendalikan dengan VIREXI atau VITURA . Biasanya pada bawang lebih sering terserang ulat grayak jenis Spodoptera exigua dengan ciri terdapat garis hitam di perut /kalung hitam di leher, dikendalikan dengan VIREXI.
Ulat tanah . Ulat ini berwarna coklat-hitam. Pada bagian pucuk /titik tumbuhnya dan tangkai kelihatan rebah karena dipotong pangkalnya. Kumpulan ulat pada senja/malam hari. Jaga kebersihan dari sisa-sisa tanaman atau rerumputan yang jadi sarangnya. Semprot dengan PESTONA.
Penyakit yang harus diwaspadai pada awal pertumbuhan adalah penyakit layu Fusarium. Gejala serangan penyakit ini ditandai dengan menguningnya daun bawang, selanjutnya tanaman layu dengan cepat (Jawa : ngoler). Tanaman yang terserang dicabut lalu dibuang atau dibakar di tempat yang jauh. Preventif kendalikan dengan GLIO.
2. Penyiangan dan Pembumbunan
Penyiangan pertama dilakukan umur 7-10 HST dan dilakukan secara mekanik untuk membuang gulma atau tumbuhan liar yang kemungkinan dijadikan inang hama ulat bawang. Pada saat penyiangan dilakukan pengambilan telur ulat bawang
Dilakukan pendangiran, yaitu tanah di sekitar tanaman didangir dan dibumbun agar perakaran bawang merah selalu tertutup tanah. Selain itu bedengan yang rusak atau longsor perlu dirapikan kembali dengan cara memperkuat tepi-tepi selokan dengan lumpur dari dasar saluran (di Brebes disebut melem).
3. Pemupukan pemeliharaan/susulan
Dosis pemupukan bervariasi tergantung jenis dan kondisi tanah setempat. Jika kelebihan Urea/ZA dapat mengakibatkan leher umbi tebal dan umbinya kecil-kecil, tapi jika kurang, pertumbuhan tanaman terhambat dan daunnya menguning pucat. Kekurangan KCl juga dapat menyebabkan ujung daun mengering dan umbinya kecil.
Pemupukan dilakukan 2 kali
( dosis per 1000 m2 ) :
- 2 minggu : 5-9 kg Urea+10-20 kg ZA+10-14 kg KCl
- 4 minggu : 3-7 kg Urea+ 7-15 kg ZA+12-17 kg KCl
Campur secara merata ketiga jenis pupuk tersebut dan aplikasikan di sekitar rumpun atau garitan tanaman. Pada saat pemberian jangan sampai terkena tanaman supaya daun tidak terbakar dan terganggu pertumbuhannya.
Atau jika dipergunakan Pupuk Majemuk NPK (15-15-15) dosis ± 20 kg/ 1000 m2 diberikan pada umur ± 2 minggu.
4. Pengairan
Pada awal pertumbuhan dilakukan penyiraman dua kali, yaitu pagi dan sore hari. Penyiraman pagi hari usahakan sepagi mungkin di saat daun bawang masih kelihatan basah untuk mengurangi serangan penyakit. Penyiraman sore hari dihentikan jika persentase tanaman tumbuh telah mencapai lebih 90 %
Air salinitas tinggi kurang baik bagi pertumbuhan bawang merah
Tinggi permukaan air pada saluran ( canal ) dipertahankan setinggi 20 cm dari permukaan bedengan pertanaman
D. FASE VEGETATIF ( 11- 35 HST )
1. Pengamatan Hama dan Penyakit
Hama Ulat bawang, S. litura dan S. exigua
Thrips, mulai menyerang umur 30 HST karena kelembaban di sekitar tanaman relatif tinggi dengan suhu rata-rata diatas normal. Daun bawang yang terserang warnanya putih berkilat seperti perak Serangan berat terjadi pada suhu udara diatas normal dengan kelembaban diatas 70%. Jika ditemukan serangan, penyiraman dilakukan pada siang hari, amati predator kumbang macan. Populasi diatas ambang ekonomi kendalikan dengan BVR atau PESTONA.
Penyakit Bercak Ungu atau Trotol, disebabkan oleh jamur Alternaria porii melalui umbi atau percikan air dari tanah. Gejala serangan ditandai terdapatnya bintik lingkaran konsentris berwarna ungu atau putih-kelabu di daun dan di tepi daun kuning serta mongering ujung-ujungnya. Serangan pada umbi sehabis panen mengakibatkan umbi busuk sampai berair dengan warna kuning hingga merah kecoklatan. Jika ada hujan rintik-rintik segera dilakukan penyiraman. Preventif dengan penebaran GLIO.
Penyakit Antraknose atau Otomotis, disebabkan oleh jamur Colletotricum gloesporiodes. Gejala serangan adalah ditandai terbentuknya bercak putih pada daun, selanjutnya terbentuk lekukan yang akan menyebabkan patahnya daun secara serentak (istilah Brebes: otomatis). Jika ada gejala, tanaman terserang segera dicabut dibakar dan dimusnahkan. Untuk jamur yang ada didalam tanah kendalikan dengan GLIO
Penyakit oleh virus.
- Gejalanya pertumbuhan kerdil, daun menguning, melengkung ke segala arah dan terkulai serta anakannya sedikit. Usahakan memakai bibit bebas virus dan pergiliran tanaman selain golongan bawang-bawangan.
Busuk umbi oleh bakteri.
- Umbi yang terserang jadi busuk dan berbau. Biasa menyerang setelah dipanen. Usahakan tempat yang kering.
- Busuk umbi/ leher batang oleh jamur.
- Bagian yang terserang jadi lunak, melekuk dan berwarna kelabu. Jaga agar tanah tidak terlalu becek (atur drainase).
- Untuk pencegahan hama-penyakit usahakan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman lain (bukan golongan Bawang-bawangan. PESTISIDA Kimia digunakan sebagai alternatif terakhir untuk mengatasi serangan hama-penyakit.
2. Pengelolaan Tanaman
- Penyiangan kedua dilakukan pada umur
30-35 HST dilanjutkan pendagiran, pembumbunan dan perbaikan bedengan yang rusak.
- Penyemprotan POC NASA dengan dosis 4-5 tutup/tangki tiap 7-10 hari sekali mulai 7 hari setelah tanam hingga hari ke 50-55. Mulai hari ke 35 penyemprotan ditambah HORMONIK dengan dosis 1-2 tutup/ tangki (dicampurkan dengan NASA).
- Pengairan, penyiraman 1x per hari pada pagi hari, jika ada serangan Thrips dan ada hujan rintik-rintik penyiraman dilakukan siang hari.
E. PEMBENTUKAN UMBI ( 36 - 50HST )
Pada fase pengamatan HPT sama seperti fase Vegetatif, yang perlu diperhatikan adalah pengairannya. Butuh air yang banyak pada musim kemarau sehingga perlu dilakukan penyiraman sehari dua kali yaitu pagi dan sore hari.
F. PEMATANGAN UMBI ( 51- 65 HST )
Pada fase ini tidak begitu banyak air sehingga penyiraman hanya dilakukan sehari sekali yaitu pada sore hari.
G. PANEN DAN PACA PANEN
1. Panen
> 60-90 % daun telah rebah, dataran rendah pemanenan pada umur 55-70 hari, dataran tinggi umur 70 - 90 hari.
> Panen dilakukan pada pagi hari yang cerah dan tanah tidak becek
> Pemanenan dengan pencabutan batang dan daun-daunnya. Selanjutnya 5-10 rumpun diikat menjadi satu ikatan (Jawa : dipocong)
2. Pasca Panen
- Penjemuran dengan alas anyaman bambu (Jawa : gedeg). Penjemuran pertama selama 5-7 hari dengan bagian daun menghadap ke atas, tujuannya mengeringkan daun. Penjemuran kedua selama2-3 hari dengan umbi menghadap ke atas, tujuannya untuk mengeringkan bagian umbi dan sekaligus dilakukan pembersihan umbi dari sisa kotoran atau kulit terkelupas dan tanah yang terbawa dari lapangan. Kadar air 89 85 % baru disimpan di gudang.
- Penyimpanan, ikatan bawang merah digantungkan pada rak-rak bambu. Aerasi diatur dengan baik, suhu gudang 26-290C kelembaban 70-80%, sanitasi gudang.
Produk Padi Hibrida PT BISI
INTANI® 1
Golongan Umur Tanaman Bentuk Tanaman Tinggi Tanaman Anakan Produktif Posisi Daun Bendera Jumlah Gabah per Malai Seed Set Bentuk Gabah Bobot per 1000 butir Gabah Tekstur Nasi Aroma Nasi Kadar Amilosa Rata-rata Hasil Potensi Hasil | Cere 115 hari Tegak 95.5 cm 14 batang Tegak 207 butir 76,42% Silinder 23,6 gram Pulen Sedang 25,57 8,5 ton/ha 11,1 ton/ha |
F1 INTANI® 2
- Potensi hasil : 9,9 ton/ha gabah kering giling.
- Rata-rata hasil 8,4 ton/ha.
- Umur panen 108-116 hari setelah semai.
- Tekstur nasi : pulen, wangi (aromatik).
- Tinggi tanaman ± 96 cm.
Hama Penyakit Tanaman Padi
HamaPenggerek batang padi
- stem borer
Wereng coklat - brown planthopper
Wereng hijau - green leafhopper
Kepinding tanah - black bug
Walang sangit - rice bug
Tikus - rat
Ganjur - gall midge
Hama putih palsu - leaffolder
Hama putih - caseworm
Ulat tentara/grayak - armyworm
Ulat tanduk hijau - green horned caterpillar
Ulat jengkal-palsu hijau - green semilooper
Orong-orong - mole cricket
Lalat bibit - rice whorl maggot
Keong mas - golden apple snail
Burung - bird
Penyakit
Hawar daun bakteri - bacterial leaf blight
Bakteri daun bergaris - bacterial leaf streak
Blas - blast
Hawar pelepah daun - sheath blight
Busuk batang - stem rot
Busuk pelepah daun bendera - sheath rot
Bercak coklat - brown spot
Bercak Cercospora - narrow brown leaf spot
Hawar daun jingga - red stripe
Tungro - tungro
Kerdil rumput - grassy stunt
Kerdil hampa - ragged stunt
Hara
Kahat nitrogen - nitrogen deficiency
Kahat fosfor - phosphorus deficiency
Kahat kalium - potassium deficiency
Kahat belerang - sulfur deficiency
Kahat seng - zinc deficiency
Keracunan besi - iron toxicity
Kerja sama
• Puslitbang Tanaman Pangan • BPTP SUMUT • BPTP Riau
• BPTP Lampung • BPTP DKI • BPTP DIY • BPTP SULTRA
• BPTP KALBAR • IRRI
hama
penyakit
hara
pada padi
masalah lapang
- stem borer
Wereng coklat - brown planthopper
Wereng hijau - green leafhopper
Kepinding tanah - black bug
Walang sangit - rice bug
Tikus - rat
Ganjur - gall midge
Hama putih palsu - leaffolder
Hama putih - caseworm
Ulat tentara/grayak - armyworm
Ulat tanduk hijau - green horned caterpillar
Ulat jengkal-palsu hijau - green semilooper
Orong-orong - mole cricket
Lalat bibit - rice whorl maggot
Keong mas - golden apple snail
Burung - bird
Penyakit
Hawar daun bakteri - bacterial leaf blight
Bakteri daun bergaris - bacterial leaf streak
Blas - blast
Hawar pelepah daun - sheath blight
Busuk batang - stem rot
Busuk pelepah daun bendera - sheath rot
Bercak coklat - brown spot
Bercak Cercospora - narrow brown leaf spot
Hawar daun jingga - red stripe
Tungro - tungro
Kerdil rumput - grassy stunt
Kerdil hampa - ragged stunt
Hara
Kahat nitrogen - nitrogen deficiency
Kahat fosfor - phosphorus deficiency
Kahat kalium - potassium deficiency
Kahat belerang - sulfur deficiency
Kahat seng - zinc deficiency
Keracunan besi - iron toxicity
Kerja sama
• Puslitbang Tanaman Pangan • BPTP SUMUT • BPTP Riau
• BPTP Lampung • BPTP DKI • BPTP DIY • BPTP SULTRA
• BPTP KALBAR • IRRI
hama
penyakit
hara
pada padi
masalah lapang
Nama-nama Pestisida
PENGGOLONGAN JENIS DAN BAHAN AKTIF PESTISIDA YANG TERSEDIA
AKARISIDA
BAHAN AKTIF NAMA
Propargit Omite 570 EC
Dikofol Kelthane 200 EC
Tetradifon Tedion 75 EC
Piridaben Samite 135 EC
BAKTERISIDA
BAHAN AKTIF NAMA
Streptomisin sulfat Agrept 20 WP
Plantomycin 7 SP
Bactomycin 15/5 WP
Oksitetrasiklin Bactocyn 150 AL
FUNGISIDA
Tembaga hidroksida Cobox
Funguran 80 WP
Kocide 77
Tembaga oksiklorida Cupravit
Tembaga oksi sulfat Kuproxat 345 F
Belerang Belvo
Kumulus 80 WDG
Metalaksil Rampart 25 WP
Saromyl 35 SD
Starmyl 25 WP
Validamisin A Validacin 3 AS
Benomil Benlok 50 WP
Benstar 50 WP
Masalgin 50 WP
Karbendazim Delsene MX 80 WP
Metil tiofanat Topsin M 70 WP
Iprodion Rovral 50 WP
Iminoktadin tris Belkute 40 WP
Epoksikonazol Opus 75 EC
Maneb Detanneb 80 WP
Phycozan 70 WP
Pilaram 80 WP
Promaneb 80 WP
Metiram Polycom 80 WP
Tiram Tiflo 80 WP
Ziram Ziflo 90 WP
Mankozeb Actozeb 80 WP
Amcozeb 80 WP
Antila 80 WP
Bazoka 80 WP
Detazeb 80 WP
Dithane M-45
Polaram 80 WP
Fenamidon Pitora 10/50 WG
Klorotalonil Daconil 500 F
Daconil 75 WP
Octanil 75 WP
Wendry 75 WP
Propamokarb- Previcur-N
Hidroklorida
Propineb Antracol 70 WP
Aurora 70 WP
Supracol 70 WP
Iprovalikarb Melody Duo 66,8 WP
Dimetomorf Acrobat 50 WP
Asibenzolar-s-metil Bion-M 1/48 WP
Bupirimat Nimrod 250 EC
Fenarimol Rubigan 120 EC
Azoksistrobin Amistar top 325 SC
Mefenoksam Ridomil Gold MZ 4/64 WG
Ridomil Gold 350 ES
Fenbukonazol Indar 240 F
Heksakonazol Anvil 50 SC
Danvil 50 SC
Heksa 50 SC
Propikonazol Golex 250 EC
Tebukonazol Folicur 250 EC
Folicur 25 WP
Triadimefon Bayleton 250 EC
Clinten 250 EC
Flusilazol Nustar 400 EC
Asam fosfit Folirfos 400 AS
Difekonazol Amistartop 325 SC
Score 250 EC
Simoksanil Curzate 8/64 WP
Curci 10 WP
Victory Mix 8/64 WP
Dazomet Basamid G
Tricoderma Anfush
HERBISIDA
BAHAN AKTIF NAMA
Parakuat diklorida Bravoxone 276 SL
Gramoxone
Kingquat 280 SL
Noxone 297 AS
Oksifluorfen Goal 2 EC
Gol-ok 2 EC
Kalium MCPA Agroxone 4
Rambasan 400 AC
2.4-D dimetil amina Indamin 720 HC
Iso propil amina glifosat Amiphosate 480 SL
Basmilang 480 AS
Bionasa 480 AS
Bio Up 490 SL
Indofos 480 AS
Konup 480 SL
Proris 240 AS
Penta up-z
Rambo 480 AS
Crash 480 AS
Roll-up 480 SL
Roundup 486 AS
Sandoup 480 SL
Sidafos 480 AS
Mono ammonium glifosat Bionasa 75 WSG
Metil metsulfuron Ally 20 WDG
Allyplus 77 WP
Metafuron 20 WDG
Triasulfuron Logran 20 WG
INSEKTISIDA
Emamektin benzoate Proclaim 5 SG
Prothol 10 EC
Abamectin Agrimec 18 EC
Aspire
Bamex 18 EC
Calebtin 18 EC
Demolish 18 EC
Kiliri 20 EC
Promectin 18 EC
Wito 4 EC
Fipronil Regent 0.3 G
Regent 50 SC
BPMC (fenobukarb) Baycarb 500 EC
Benhur 500 EC
Dharmabas 500 EC
Emcindo 500 EC
Hopcin 50 EC
Karbasin 500 EC
Pentacarb 500 EC
Sidabas 500 EC
Karbaril Indovin 85 SP
Sandovin 85 WP
Sevin 85 S
Karbofuran Dharmafur 3 G
Furadan 3 G
Hidrafur 3 G
Petrofur 3 G
Primafur 3 G
Trufer 3 G
Karbosulfan Marshal 5 G
Marshal 25 ST
Marshal 200 EC
Marshal 200 SC
Merkaptodimetur Mesurol 50 WP
MIPC (isoprokarb) Ancin 50 WP
Mipcinta 50 WP
Kartap hidroklorida Kardan 50 SP
Padan 50 SP
Metomil Lannate 25 WP
Lannate 40 SP
Metindo 25 WP
Myltop 25 WP
Tiodikarb Larvin 75 WP
Dimehipo Bajaj 450 WSC
Dipho 290 AS
Manuver 400 WSC
Spontan 400 WSC
Vista 400 WSC
Imidakloprid Avidor 25 WP
Abuki 50 SL
Amirid
Caleb tsan 28 EC
Confidor 5 WP
Confidor 200 SL
Delouse 200 SL
Imidasal 10 WP
Imidor 50 SL
Neptune 25 WP
Winder 100 EC
Wingran 0,5 G
Asefat Dafat 75 SP
Lancer 75 SP
Orthene 75 SP
Dimetoat Danadim 400 EC
Dimacide 400 EC
Kanon 400 EC
Fention Lebaycid 400 EC
Formotion Elsan 60 EC
Triazofos Raydent 200 EC
Malation Fyfanon 440 EC
Profenofos Biocron
Curacron 500 EC
Callicron 500 EC
Detacron 500 EC
Pentacron 500 EC
Profile 430 EC
Rumba 500 EC
Tabard 500 EC
Karbosulfan Taurus 200 EC
Diazinon Diazinon 60 EC
Sidazinon 600 EC
Klorfenapir Rampage 100 EC
Rampage 100 SC
Poksim Catleya 500 EC
Fokker 500 EC
Destan 400 EC
Metidation Supracide 25 WP
Klorpiripos Basban 200 EC
Clobber 200 EC
Dursban 20 EC
Kresban 200 EC
Nurelle D 500/50 EC
Posban 200 EC
Alfa sipermetrin Amethyst 40 EC
Army
Bestox 50 EC
Cyborg 15 EC
Fastac 15 EC
Kejora 15 EC
Beta sipermetrin Beta 15 EC
Chix 25 EC
Beta siflutrin Buldok 25 EC
Raydock 28 EC
Bifentrin Talstar 25 EC
Deltametrin Delini 50EC
Decis 2,5 EC
Marcis 25 EC
Naichi 25 EC
Oscar 25 EC
Esfenvalerat Sumialpha 25 EC
Fenvalerat Fenkill 200 EC
Sidin 50 EC
Fenpropatrin Meothrin 50 EC
Permetrin Meriam 50 EC
Methrisida 100 EC
Pounce 20 EC
Pentatrin 20 EC
Prego 20 EC
Sipermetin Arrivo 30 EC
Arfo 30 EC
Astertrin 250 EC
Basma 200 EC
Bravo 50 EC
Crowen 113 EC
Cyrux 50 EC
Cypermax 100 EC
Exocet 50 EC
Hoky 30 EC
Merci 30 EC
Nurelle D 500/50 EC
Pelle 50 EC
Ripcord 5 EC
Rizotin 100 EC
Rizotin 40 WP
Sancord 50 EC
Sidamethrin 50 EC
Yasithrin 30 EC
Zeta sipermetrin Fury 50 EC
Asetamiprid Amsipilan 20 SP
Mospilan 30 EC
Gamma sihalotrin Proaxis 15 CS
Lamda sihalotrin Granat 25 EC
Hamador 25 EC
Matador 25 CS
Rolidor 25 EC
Trigon
Buprofezin Applaud 100 EC
Applaud 10 WP
Diafentiuron Pegasus 500 SC
Bensultap Bancol 50 WP
Siromazin Cyrrotex 75 SP
Trigard 75 WP
Guntur 75 WP
Tiametoksam Actara 25 WG
Diflubenzuron Solano 25 WP
Flufenoksuron Cascade 50 EC
Lufenuron Match 50 EC
Spinosad Tracer 120 SC
Bacillus thuringiensis Agrisal WP
Bactospeine WP
Dipel WP
Florbac FC
Thuricide HP
Turex WP
Metaldehida Siputox 5 G
Fentin asetat Debesttan 60 WP
Kadusapos Rugby 10 G
Brodifakum Klerat RM-B
Petrokum 0,005 RB
Kumatetralil Racumin
SURFAKTAN
Alkyl aril poliglikol eter Agristick 400 L
Citowett 105 AS
Minyak paraffin HVI 650 Tenac Sticker
Poli oksi etilen alkyl eter Besmor 200 AS
Nonil fenol poli glikol eter Sanvit 120 AS
Nonil fenol etoksietanol Multistick 400 AS
Alkyl aril polietoksi Dustik 210/210 E
alcohol, polietil akrilat
alkyl aril alkoksilat, Apsa 800 WSC
asam oleat
alkyl aril poliglikol ester Sellestol
ZAT PENGATUR TUMBUH
Etefon Ethrel 10 LS
Ethrel 2,5 LS
Prothepon 480 SL
Paklobutrazol Cultar 250 SC
Goldstar 250 EC
Asam gibbrellat Bigest 40 EC
Gibgro
Progibb 20 SL
Natrium orto nitrofenol Atonik 6,5 L
Natrium 5 nitroguaiakol Dekamon 22,43 L
AKARISIDA
BAHAN AKTIF NAMA
Propargit Omite 570 EC
Dikofol Kelthane 200 EC
Tetradifon Tedion 75 EC
Piridaben Samite 135 EC
BAKTERISIDA
BAHAN AKTIF NAMA
Streptomisin sulfat Agrept 20 WP
Plantomycin 7 SP
Bactomycin 15/5 WP
Oksitetrasiklin Bactocyn 150 AL
FUNGISIDA
Tembaga hidroksida Cobox
Funguran 80 WP
Kocide 77
Tembaga oksiklorida Cupravit
Tembaga oksi sulfat Kuproxat 345 F
Belerang Belvo
Kumulus 80 WDG
Metalaksil Rampart 25 WP
Saromyl 35 SD
Starmyl 25 WP
Validamisin A Validacin 3 AS
Benomil Benlok 50 WP
Benstar 50 WP
Masalgin 50 WP
Karbendazim Delsene MX 80 WP
Metil tiofanat Topsin M 70 WP
Iprodion Rovral 50 WP
Iminoktadin tris Belkute 40 WP
Epoksikonazol Opus 75 EC
Maneb Detanneb 80 WP
Phycozan 70 WP
Pilaram 80 WP
Promaneb 80 WP
Metiram Polycom 80 WP
Tiram Tiflo 80 WP
Ziram Ziflo 90 WP
Mankozeb Actozeb 80 WP
Amcozeb 80 WP
Antila 80 WP
Bazoka 80 WP
Detazeb 80 WP
Dithane M-45
Polaram 80 WP
Fenamidon Pitora 10/50 WG
Klorotalonil Daconil 500 F
Daconil 75 WP
Octanil 75 WP
Wendry 75 WP
Propamokarb- Previcur-N
Hidroklorida
Propineb Antracol 70 WP
Aurora 70 WP
Supracol 70 WP
Iprovalikarb Melody Duo 66,8 WP
Dimetomorf Acrobat 50 WP
Asibenzolar-s-metil Bion-M 1/48 WP
Bupirimat Nimrod 250 EC
Fenarimol Rubigan 120 EC
Azoksistrobin Amistar top 325 SC
Mefenoksam Ridomil Gold MZ 4/64 WG
Ridomil Gold 350 ES
Fenbukonazol Indar 240 F
Heksakonazol Anvil 50 SC
Danvil 50 SC
Heksa 50 SC
Propikonazol Golex 250 EC
Tebukonazol Folicur 250 EC
Folicur 25 WP
Triadimefon Bayleton 250 EC
Clinten 250 EC
Flusilazol Nustar 400 EC
Asam fosfit Folirfos 400 AS
Difekonazol Amistartop 325 SC
Score 250 EC
Simoksanil Curzate 8/64 WP
Curci 10 WP
Victory Mix 8/64 WP
Dazomet Basamid G
Tricoderma Anfush
HERBISIDA
BAHAN AKTIF NAMA
Parakuat diklorida Bravoxone 276 SL
Gramoxone
Kingquat 280 SL
Noxone 297 AS
Oksifluorfen Goal 2 EC
Gol-ok 2 EC
Kalium MCPA Agroxone 4
Rambasan 400 AC
2.4-D dimetil amina Indamin 720 HC
Iso propil amina glifosat Amiphosate 480 SL
Basmilang 480 AS
Bionasa 480 AS
Bio Up 490 SL
Indofos 480 AS
Konup 480 SL
Proris 240 AS
Penta up-z
Rambo 480 AS
Crash 480 AS
Roll-up 480 SL
Roundup 486 AS
Sandoup 480 SL
Sidafos 480 AS
Mono ammonium glifosat Bionasa 75 WSG
Metil metsulfuron Ally 20 WDG
Allyplus 77 WP
Metafuron 20 WDG
Triasulfuron Logran 20 WG
INSEKTISIDA
Emamektin benzoate Proclaim 5 SG
Prothol 10 EC
Abamectin Agrimec 18 EC
Aspire
Bamex 18 EC
Calebtin 18 EC
Demolish 18 EC
Kiliri 20 EC
Promectin 18 EC
Wito 4 EC
Fipronil Regent 0.3 G
Regent 50 SC
BPMC (fenobukarb) Baycarb 500 EC
Benhur 500 EC
Dharmabas 500 EC
Emcindo 500 EC
Hopcin 50 EC
Karbasin 500 EC
Pentacarb 500 EC
Sidabas 500 EC
Karbaril Indovin 85 SP
Sandovin 85 WP
Sevin 85 S
Karbofuran Dharmafur 3 G
Furadan 3 G
Hidrafur 3 G
Petrofur 3 G
Primafur 3 G
Trufer 3 G
Karbosulfan Marshal 5 G
Marshal 25 ST
Marshal 200 EC
Marshal 200 SC
Merkaptodimetur Mesurol 50 WP
MIPC (isoprokarb) Ancin 50 WP
Mipcinta 50 WP
Kartap hidroklorida Kardan 50 SP
Padan 50 SP
Metomil Lannate 25 WP
Lannate 40 SP
Metindo 25 WP
Myltop 25 WP
Tiodikarb Larvin 75 WP
Dimehipo Bajaj 450 WSC
Dipho 290 AS
Manuver 400 WSC
Spontan 400 WSC
Vista 400 WSC
Imidakloprid Avidor 25 WP
Abuki 50 SL
Amirid
Caleb tsan 28 EC
Confidor 5 WP
Confidor 200 SL
Delouse 200 SL
Imidasal 10 WP
Imidor 50 SL
Neptune 25 WP
Winder 100 EC
Wingran 0,5 G
Asefat Dafat 75 SP
Lancer 75 SP
Orthene 75 SP
Dimetoat Danadim 400 EC
Dimacide 400 EC
Kanon 400 EC
Fention Lebaycid 400 EC
Formotion Elsan 60 EC
Triazofos Raydent 200 EC
Malation Fyfanon 440 EC
Profenofos Biocron
Curacron 500 EC
Callicron 500 EC
Detacron 500 EC
Pentacron 500 EC
Profile 430 EC
Rumba 500 EC
Tabard 500 EC
Karbosulfan Taurus 200 EC
Diazinon Diazinon 60 EC
Sidazinon 600 EC
Klorfenapir Rampage 100 EC
Rampage 100 SC
Poksim Catleya 500 EC
Fokker 500 EC
Destan 400 EC
Metidation Supracide 25 WP
Klorpiripos Basban 200 EC
Clobber 200 EC
Dursban 20 EC
Kresban 200 EC
Nurelle D 500/50 EC
Posban 200 EC
Alfa sipermetrin Amethyst 40 EC
Army
Bestox 50 EC
Cyborg 15 EC
Fastac 15 EC
Kejora 15 EC
Beta sipermetrin Beta 15 EC
Chix 25 EC
Beta siflutrin Buldok 25 EC
Raydock 28 EC
Bifentrin Talstar 25 EC
Deltametrin Delini 50EC
Decis 2,5 EC
Marcis 25 EC
Naichi 25 EC
Oscar 25 EC
Esfenvalerat Sumialpha 25 EC
Fenvalerat Fenkill 200 EC
Sidin 50 EC
Fenpropatrin Meothrin 50 EC
Permetrin Meriam 50 EC
Methrisida 100 EC
Pounce 20 EC
Pentatrin 20 EC
Prego 20 EC
Sipermetin Arrivo 30 EC
Arfo 30 EC
Astertrin 250 EC
Basma 200 EC
Bravo 50 EC
Crowen 113 EC
Cyrux 50 EC
Cypermax 100 EC
Exocet 50 EC
Hoky 30 EC
Merci 30 EC
Nurelle D 500/50 EC
Pelle 50 EC
Ripcord 5 EC
Rizotin 100 EC
Rizotin 40 WP
Sancord 50 EC
Sidamethrin 50 EC
Yasithrin 30 EC
Zeta sipermetrin Fury 50 EC
Asetamiprid Amsipilan 20 SP
Mospilan 30 EC
Gamma sihalotrin Proaxis 15 CS
Lamda sihalotrin Granat 25 EC
Hamador 25 EC
Matador 25 CS
Rolidor 25 EC
Trigon
Buprofezin Applaud 100 EC
Applaud 10 WP
Diafentiuron Pegasus 500 SC
Bensultap Bancol 50 WP
Siromazin Cyrrotex 75 SP
Trigard 75 WP
Guntur 75 WP
Tiametoksam Actara 25 WG
Diflubenzuron Solano 25 WP
Flufenoksuron Cascade 50 EC
Lufenuron Match 50 EC
Spinosad Tracer 120 SC
Bacillus thuringiensis Agrisal WP
Bactospeine WP
Dipel WP
Florbac FC
Thuricide HP
Turex WP
Metaldehida Siputox 5 G
Fentin asetat Debesttan 60 WP
Kadusapos Rugby 10 G
Brodifakum Klerat RM-B
Petrokum 0,005 RB
Kumatetralil Racumin
SURFAKTAN
Alkyl aril poliglikol eter Agristick 400 L
Citowett 105 AS
Minyak paraffin HVI 650 Tenac Sticker
Poli oksi etilen alkyl eter Besmor 200 AS
Nonil fenol poli glikol eter Sanvit 120 AS
Nonil fenol etoksietanol Multistick 400 AS
Alkyl aril polietoksi Dustik 210/210 E
alcohol, polietil akrilat
alkyl aril alkoksilat, Apsa 800 WSC
asam oleat
alkyl aril poliglikol ester Sellestol
ZAT PENGATUR TUMBUH
Etefon Ethrel 10 LS
Ethrel 2,5 LS
Prothepon 480 SL
Paklobutrazol Cultar 250 SC
Goldstar 250 EC
Asam gibbrellat Bigest 40 EC
Gibgro
Progibb 20 SL
Natrium orto nitrofenol Atonik 6,5 L
Natrium 5 nitroguaiakol Dekamon 22,43 L
Pestisida, jenis dan efek penggunaan
Pestisida adalah sebutan untuk semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi hama yang ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur, bakteri, virus dan hama lainnya seperti tikus, bekicot, dan nematoda (cacing).Walaupun demikian, istilah pestisida tidak hanya dimaksudkan untuk racun pemberantas hama tanaman dan hasil pertanian, tetapi juga racun untuk memberantas binatang atau serangga dalam rumah, perkantoran atau gudang, serta zat pengatur tumbuh pada tumbuhan di luar pupuk.
Pestisida yang biasa digunakan para petani dapat digolongkan menurut beberapa hal berikut : - A. Berdasarkan Fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi menjadi 6 jenis yaitu:
- Insektisida
- Fungisida
- Bakterisida
- Rodentisida
- Nematisida
- Herbisida
- Pestisida Organik
- Pestisida Elemen
- Pestisida Kimia/Sintetis
- Pestisida Sistemik
- Pestisida Kontak Langsung
A. Berdasarkan Fungsi/sasaran penggunaannya, pestisida dibagi menjadi 6 jenis yaitu:
Produk-produk pestisida |
---|
- Insektisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas serangga seperti belalang, kepik, wereng, dan ulat. Insektisida juga digunakan untuk memberantas serangga di rumah, perkantoran atau gudang, seperti nyamuk, kutu busuk, rayap, dan semut. Contoh : basudin, basminon, tiodan, diklorovinil dimetil fosfat, diazinon,dll.
- Fungisida adalah pestisida untuk memberantas/mencegah pertumbuhan jamur/ cendawan seperti bercak daun, karat daun, busuk daun, dan cacar daun. Contoh : tembaga oksiklorida, tembaga (I) oksida, carbendazim, organomerkuri, dan natrium dikromat.
- Bakterisida adalah pestisida untuk memberantas bakteri atau virus. Salahsatu contoh bakterisida adalah tetramycin yang digunakan untuk membunuh virus CVPD yang meyerang tanaman jeruk. Umumnya bakteri yang telah menyerang suatu tanaman sukar diberantas. Pemberian obat biasanya segera diberikan kepada tanaman lainnya yang masih sehat sesuai dengan dosis tertentu.
- Rodentisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa hewan pengerat seperti tikus. Lazimnya diberikan sebagai umpan yang sebelumnya dicampur dengan beras atau jagung. Hanya penggunaannya harus hati-hati, karena dapat mematikan juga hewan ternak yang memakannya. Contohnya : Warangan.
- Nematisida adalah pestisida yang digunakan untuk memberantas hama tanaman berupa nematoda (cacing). Hama jenis ini biasanya menyerang bagian akar dan umbi tanaman. Nematisida biasanya digunakan pada perkebunan kopi atau lada. Nematisida bersifat dapat meracuni tanaman, jadi penggunaannya 3 minggu sebelum musim tanam. Selain memberantas nematoda, obat ini juga dapat memberantas serangga dan jamur. Dipasaran dikenal dengan nama DD, Vapam, dan Dazomet.
B.Berdasarkan bahan aktifnya, pestisida dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
- Pestisida organik (Organic pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya adalah bahan organik yang berasal dari bagian tanaman atau binatang, misal : neem oil yang berasal dari pohon mimba (neem).
- Pestisida elemen (Elemental pesticide) : pestisida yang bahan aktifnya berasal dari alam seperti: sulfur.
- Pestisida kimia/sintetis (Syntetic pesticide) : pestisida yang berasal dari campuran bahan-bahan kimia.
- Pestisida sistemik (Systemic Pesticide) :
adalah pestisida yang diserap dan dialirkan keseluruh bagian tanaman sehingga akan menjadi racun bagi hama yang memakannya. Kelebihannya tidak hilang karena disiram. Kelemahannya, ada bagian tanaman yang dimakan hama agar pestisida ini bekerja. Pestisida ini untuk mencegah tanaman dari serangan hama.
Contoh : Neem oil. - Pestisida kontak langsung (Contact pesticide) :
adalah pestisida yang reaksinya akan bekerja bila bersentuhan langsung dengan hama, baik ketika makan ataupun sedang berjalan. Jika hama sudah menyerang lebih baik menggunakan jenis pestisida ini.
Contoh : Sebagian besar pestisida kimia.
Efek Penggunaan Pestisida Usaha peningkatan produksi pertanian tidak hanya dilakukan melalui pemupukan tetapi juga melalui upaya perlindungan tanaman agar tanaman bebas dari serangan hama penyakit. Untuk pemberantasan hama tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan berbagai jenis zat kimia yang disebut dengan pestisida.. Namun penggunaan pestisida telah menimbulkan dampak negatif, baik itu bagi kesehatan manusia maupun bagi kelestarian lingkungan. Dampak negatif ini akan terus terjadi seandainya kita tidak hati-hati dalam memilih jenis dan cara penggunaannya. Adapun dampak negatif yang mungkin terjadi akibat penggunaan pestisida diantaranya :
|
Pestisida
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, memikat, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tapi tak selalu, beracun. dalam bahasa sehari-hari, pestisida seringkali disebut sebagai "racun".
Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa
- insektisida (serangga)
- fungisida (fungi/jamur)
- rodentisida (hewan pengerat/Rodentia)
- herbisida (gulma)
- akarisida (tungau)
- bakterisida (bakteri)
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Dengan adanya pestisida ini, produksi pertanian meningkat dan kesejahteraan petani juga semakin baik. Karena pestisida tersebut racun yang dapat saja membunuh organisme berguna bahkan nyawa pengguna juga bisa terancam bila penggunaannya tidak sesuai prosedur yang telah ditetapkan. menurut depkes riau kejadian keracunan tidak bisa di tanggulangi lagi sebab para petani sebagian besar menggunakan pestisida kimia yang sangat buruk bagi kesehatan mereka lebih memilih pestisida kimia dari pada pestisida botani (buatan) kejadian keracunan pun sangat meningkat di provinsi tersebut. mMnurut data kesehatan pekan baru tahun 2007 ada 446 orang meninggal akibat keracunan pestisida setiap tahunnya dan sekitar 30% mengalami gejala keracunan saat menggunakan pestisida Karena petani kurang tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan penggunaan pestisida secara berlebihan, dan berdasarkan hasil penilitian Ir. La Ode Arief M. Rur.SC. dari Sumatera Barat tahun 2005 mengatakan penyebab keracunan pestisida di Riau akibat kurang pengetahuan petani dalam penggunaan pestisida secara efektif dan tidak menggunakan alat pelindung diri saat pemajanan pestisida,hasilnya dari 2300 responden yang peda dasarnya para petani hanya 20% petani yang menggunakan APD (alat pelindung diri), 60% patani tidak tau cara menggunakan pestisida secara efektif dan mereka mengatakan setelah manggunakan pestisida timbul gejala pada tubuh ( mual,sakit tenggorokan, gatal - gatal, pandangan kabur, Dll.)dan sekitar 20% petani tersebut tidak tau sama sekali tentang bahaya pestisida terhadap kesehatan,begitu tutur Ir. La Ode Arief M. Rur.SC. beliau juga mengatakan semakin rendah tingkat pendidikan petani semakin besar risiko terpajan penyakit akibat pestisida. Oleh karena itu, adalah hal yang bijak jika kita melakukan usaha pencegahan sebelum pencemaran dan keracunan pestisida mengenai diri kita atau makhluk yang berguna lainnya. Usaha atau tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah :
- Ketahui dan pahami dengan yakin tentang kegunaan suatu pestisida. Jangan sampai salah berantas. Misalnya, herbisida jangan digunakan untuk membasmi serangga. Hasilnya, serangga yang dimaksud belum tentu mati, sedangkan tanah dan tanaman telah terlanjur tercemar.
- Ikuti petunjuk-petunjuk mengenai aturan pakai dan dosis yang dianjurkan pabrik atau petugas penyuluh.
- Jangan terlalu tergesa-gesa menggunakan pestisida. Tanyakan terlebih dahulu pada penyuluh.
- Jangan telat memberantas hama, bila penyuluh telah menganjurkan menggunakannya.
- Jangan salah pakai pestisida. Lihat faktor lainnya seperti jenis hama dan terkadang usia tanaman juga diperhatikan.
- Gunakan tempat khusus untuk pelarutan pestisida dan jangan sampai tercecer.
- Pahami dengan baik cara pemakaian pestisida.
Sabtu, 12 Juni 2010
Bayfolan
Bayfolan
Untuk pemesanan hubungi :
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 20.000
Bayfolan – Pupuk daun dari Bayer
Pupuk daun lengkap berbentuk cair berwarna hijau jernih untuk pemupukan pada tanaman buah buahan, hias, sayuran, serelia, dll
Bayfolan mengandung unsur makro N 11% P2 O5 8% K2O 6% dan unsur unsur mikro besi, boron, kobalt, mangan, molibdenum, seng dan tembaga
Bayfolan ditolerir dengan baik oleh tanaman dan dapat digunakan bersamaan dengan aplikasi semua insektisida dan fungisida kecuali campuran akialis seperti belerang atau kapur
Bayfolan dapat dilarutkan dalam air dan larutan bayfolan tidak memperlihatkan endapan juga tidak menyumbat alat semprot
Bayfolan dapat digunakan di semua alat sprayer dan alat alat semprot lainnya..
Bayfolan berguna untuk meningkatkan kualitas buah dan bobotnya apabila digabung dengan pupuk lain.
Untuk pemesanan hubungi :
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 20.000
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 20.000
Bayfolan – Pupuk daun dari Bayer
Pupuk daun lengkap berbentuk cair berwarna hijau jernih untuk pemupukan pada tanaman buah buahan, hias, sayuran, serelia, dll
Bayfolan mengandung unsur makro N 11% P2 O5 8% K2O 6% dan unsur unsur mikro besi, boron, kobalt, mangan, molibdenum, seng dan tembaga
Bayfolan ditolerir dengan baik oleh tanaman dan dapat digunakan bersamaan dengan aplikasi semua insektisida dan fungisida kecuali campuran akialis seperti belerang atau kapur
Bayfolan dapat dilarutkan dalam air dan larutan bayfolan tidak memperlihatkan endapan juga tidak menyumbat alat semprot
Bayfolan dapat digunakan di semua alat sprayer dan alat alat semprot lainnya..
Bayfolan berguna untuk meningkatkan kualitas buah dan bobotnya apabila digabung dengan pupuk lain.
Untuk pemesanan hubungi :
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 20.000
Fungisida Kuproxat 345XC
Fungisida dan bakterisida kontak berbentuk suspensi berwarna biru kehijau hijauan untuk mengendalikan penyakit antraknosa colletotrichum sp dan gloeosporium pineratum pada tanaman jeruk, busuk buah phytophthora palmivora pada tanaman kakao dan penyakit hamar daun xanthromonas campestris pada tanaman padi sawah
Untuk pemesanan hubungi :
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 48.000
Untuk pemesanan hubungi :
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 48.000
Rabu, 02 Juni 2010
Dithane M-45 500 Gr
EFEK RESIDU FUNGISIDA BERBAHAN AKTIF MANCOZEB 80 %
TERHADAP JAMUR FILOSFIR DAN RHIZOSFIR
SEBAGAI DAMPAK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK DAUN
(Phytophthora infestans) Mont de Barry PADA TANAMAN KENTANG
Ignatius Julijantono
Mahasiswa Program Pascasarjana Unibraw, Malang /
Staf MD PT. Tanindo Subur Prima Surabaya
Liliek Sulistyowati dan Tutung Hadi Astono
Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Penyakit busuk daun pada tanaman kentang yang disebabkan oleh jamur P. infestans merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menimbulkan kerusakan serius pada tanaman kentang, terutama pada musim penghujan. Untuk mengendalikannya petani lebih banyak menggunakan fungisida yang memiliki cara kerja sebagai racun kontak dan sistemik. Fungisida dengan bahan aktif Mancozeb 80 % banyak digunakan petani terutama pada musim penghujan dengan merk dagang Dithane M-45. Dengan bahan aktif yang sama, Mancozeb 80 % banyak beredar dengan merk dagang yang lain yaitu Victory 80 WP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Mancozeb 80 % dalam mengendalikan penyakit busuk daun kentang serta dampak residu yang ditimbulkannya terhadap kehidupan jamur-jamur filosfir dan rhizosfir. Percobaan lapang dilaksanakan di kebun percobaan Universitas Brawijaya di Dusun Sumberbrantas Desa Tulungrejo Batu (1800 dpl) pada bulan Desember 2001 sampai Maret 2002, sedangkan percobaan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya.
Percobaan lapang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan : Victory 80 WP konsentrasi 0.5 gr/l (V1), 1 gr/l (V2), 1.5 gr/l (V3), 2 gr/l (V4), 2,4 gr/l (V5), 3 gr/l (V6), Dithane M-45 konsentrasi 2.4 gr/l (D1) dan 3 gr/l (D2) sebagai pembanding serta Kontrol (k), Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Data dianalisa dengan Analisis Ragam (ANOVA) dan uji lanjutannya menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5 %, sedangkan tingkat residu pada daun dan dalam tanah dianalisa menggunakan alat Gas Kromatografi (GC) dengan standart Mancozeb murni dari PT. Tanindo Subur Prima Surabaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi fungisida Mancozeb 80 % mampu menekan tingkat serangan penyakit busuk daun pada tanaman kentang. Intensitas serangan terkecil dicapai pada aplikasi Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l dengan mempertahankan hasil tertinggi sebanyak 8.40 ton/Ha. Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % dengan konsentrasi yang semakin meningkat, akan meninggalkan residu yang semakin tinggi pada daun dan dalam tanah serta berpengaruh terhadap penurunan populasi jamur-jamur filosfir dan rhizosfir yang hidup pada permukaan daun dan di dalam tanah.
______________________
Kata kunci : Mancozeb 80 %, Residu, Filosfir, Rhizosfir
PENDAHULUAN
Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian telah menunjukkan hasil dalam menanggulangi merosotnya produksi akibat serangan jasad pengganggu. Bahkan penggunaan pestisida mampu menyelamatkan paling tidak sepertiga dari kehilangan hasil akibat penyakit (Dibiyantoro, 1995).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pestisida telah meluas pada beberapa komoditi pertanian, salah satunya komoditi kentang. Pada tanaman kentang perlakuan fungisida banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk daun yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans (Mont) de Barry. Bahkan sampai sekarang pendekatan teknik pengendalian masih tergantung pada penggunaan fungisida.
Hasil survey tahun 2001 (Abadi, et.al, 2001) terhadap petani-petani sayuran di Batu Malang menunjukkan bahwa para petani melakukan aplikasi fungisida antara 2-3 kali setiap minggu dengan dosis 1 kg/200 liter air atau setara dengan konsentrasi 5 gr/liter air. Penyemprotan fungisida dapat ditambah intervalnya bila cuaca dianggap menguntungkan bagi pertumbuhan jamur P. infestans. Diantara fungisida yang biasa digunakan oleh petani adalah yang berbahan aktif Mancozeb 80 %.
Di Indonesia fungisida berbahan aktif Mancozeb sangat luas digunakan petani kentang untuk mengendalikan penyakit busuk daun. Petani kentang rata-rata menggunakan fungisida Mancozeb sebanyak 25 kg setiap hektar dalam satu musim tanam (Anonim, 1999). Dengan total area penanaman kentang mencapai 64.971 hektar dan kebutuhan fungisida sebanyak 25 kg setiap hektarnya, maka total fungisida Mancozeb yang beredar di Indonesia mencapai 1.624.275 kg atau 1.624,3 ton setiap musim tanam kentang. Di Jawa Timur sendiri, luas penanaman kentang mencapai jumlah 6.796 hektar dengan total kebutuhan fungisida golongan Dithiocarbamat (Dithane dan Antracol) mencapai jumlah 169.900 kg atau 169,9 ton setiap musim tanam (Anonim, 1999).
Dampak samping penggunaan fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk daun di lahan tanaman kentang adalah adanya residu yang tertinggal di dalam tanah dan tanaman kentang. Semakin banyak tanaman kentang disemprot dengan fungisida maka akan berpengaruh terhadap akumulasi residu pada daun dan di dalam tanah. Perilaku pada daun dan di dalam tanah dapat mengalami pencucian oleh hujan, mengalami degradasi kimia oleh mikroba, bioakumulasi fungisida oleh mikroba, perubahan tingkat populasi mikroba pada daun dan tanah dan sebagainya.
Sehubungan dengan semakin luasnya penggunaan bahan aktif Mancozeb 80% dan mengingat penyakit busuk daun kentang terus mengancam produktifitas tanaman kentang, maka perlu penelitian untuk menguji efektifitas fungisida Mancozeb 80% dalam mengendalikan penyakit busuk daun kentang. Penelitian juga dilakukan terhadap efek residu fungisida Mancozeb yang diaplikasikan pada bagian daun tanaman, di dalam tanah sekitar tanaman serta kehidupan jamur-jamur non target yang berada pada permukaan daun dan yang terdapat di dalam tanah.
METODE PENELITIAN
Penelitian lapangan dilaksanakan di areal Kebun Percobaan Universitas Brawijaya Malang di Dusun Sumber Brantas Desa Tulung Rejo Batu dengan ketinggian 1800 mdpl. Percobaan dimulai pada bulan Desember 2001 samapai Maret 2002. Penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Untuk analisis residu pada daun dan tanah dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Surabaya.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan disusun menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali. Tanaman kentang varietas granola yang peka terhadap P. infestans ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 50 cm dengan satu umbi tiap lubang tanam. Fungisida Victory 80 WP yang diuji meliputi 6 perlakuan dengan 2 pembanding dari bahan aktif sejenis dan ditambah 1 kontrol tanpa perlakuan fungisida. Aplikasi pertama diberikan setelah umur 14 hst dan selanjutnya diberikan interval 7 hari sekali. Jumlah aplikasi diperkirakan mencapai 10 kali. Untuk mengendalikan hama Trips sp, Aphids sp dan lalat daun diaplikasikan insektisida Curracron, Confidor dan untuk mengendalikan penyakit busuk daun hanya diberikan fungisida sesuai dengan perlakuan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan selanjutnya beda antar perlakuan diuji dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5 %.
Penelitian Laboratorium
Pengujian Senyawa Mancozeb 80 % Secara In Vitro
Penelitian pengujian senyawa Mancozeb 80 % secara In Vitro menggunakan metode kertas saring menurut Sharvelle (1979) dan Dekker (1983). Perlakuan yang diuji dalam percobaan ini meliputi 9 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali serta disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Langkah pertama dalam pengujian secara In Vitro adalah membuat media Rye Seed Agar yang memiliki komposisi Biji Rye sebanyak 100 g, Dextrose 5 g, Air 500 ml serta antibiotika pymaricin sebanyak 0.05 gr, dimasukkan dalam autoclave untuk dilakukan sterilisasi. Kemudian menuang 10 cc media yang telah mencair dengn suhu 50 0 C ke dalam cawan petri sampai memadat. Langkah selanjutnya adalah menumbuhkan inokulum jamur yang berasal dari tanaman kentang yang sakit ke dalam medium Rye Seed Agar. Langkah tersebut adalah untuk memperoleh inokulum jamur P. infestans yang murni. Apabila diperoleh inokulum jamur yang murni, maka dapat dilakukan pengujian secara In Vitro. Dalam pengujian ini pertama adalah membagi daerah luasan cawan petri yang akan ditempatkan konsentrasi masing-masing perlakuan fungisida menjadi 4 bagian sama besar. Masing-masing luasan tersebut diletakkan bulatan kertas saring yang telah direndam dengan larutan fungisida sesuai konsentrasi. Satu biakan jamur dalam medium Rye Seed Agar terdapat bulatan kertas saring yang telah direndam dengan larutan fungisida, selanjutnya diinkubasikan pada suhu kamar selama 5-7 hari. Pengamatan meliputi perkembangan jamur dan penghambatan fungisida terhadap perkembangan jamur tersebut dengan cara mengukur diameter pertumbuhan jamur yang terhambat pada cawan petri. Persentase penghambatan dinyatakan dalam rumus (Johson, 1972) sebagai berikut :
Daya hambat (%) = jamur kontrol - jamur terhambat x 100
jamur kontrol
Jumlah Jamur-jamur Filosfir
Pengamatan juga dilakukan terhadap kehidupan jamur-jamur filosfir (jamur non target), dengan cara mengisolasi jenis-jenis dan populasi jamur dari daun kemudian ditumbuhkan secara In Vitro dalam media PDA. Jumlah jamur dihitung dari banyaknya koloni yang tumbuh pada media dikalikan dengan faktor pengenceran. Masing-masing koloni dari setiap genus yang tumbuh dipisahkan sebagai biakan murni dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan selain berdasarkan bentuk dan warna koloni dengan pengamatan visual, juga berdasarkan buku-buku manual identifikasi yang ada (Barnett, 1962). Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum aplikasi, satu hari setelah aplikasi ke 5 dan satu hari setelah aplikasi ke 6.
Residu Fungisida Pada Daun
Untuk mengetahui kadar residu Mancozeb yang tertinggal pada daun, digunakan Gas Kromatografi dengan standart Mancozeb murni yang diperoleh dari PT. Tanindo Subur Prima. Pengambilan sample daun dilakukan sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5, dan sehari setelah aplikasi ke 6. Pengambilan sample dilakukan dengan mengambil sample secara diagonal dengan lima titik pengambilan. Jumlah daun yang diambil masing-masing 3 pucuk. Ekstraksi sample dilakukan secara langsung pada saat sample masih segar. Langkah ini dilakukan sesuai dengan sifat Mankozeb yang tidak stabil dan mudah hilang pada sample yang akan dihitung secara kuantitatif (Sudirman, 2002). Pengujian dengan Gas Kromatografi Penyaringan, Pemurnian dan Injeksi ke dalam kolom (Anonim, 1990). Pada Proses penyaringan, sample dari daun dan tanah ditimbang sebanyak 250 gram dan ditambahkan Acetonitril serta 5 gram Na2SO4 anhidrat granuler, kemudian diblender dan disaring. Proses selanjutnya adalah memasukkan sebanyak 93 ml filtrat dalam corong pisah yang berisi 100 ml petroleum eter, dikocok selama 5 menit, dan membuang lapisan air yang terpisah pada bagian bawah. Pada sisa larutan ditambahkan 200 ml Na2SO4 2 %, dikocok selama 2 menit, dan membuang lagi sisa air yang terpisah. Pada corong biasa diberi glass wall dan Na2SO4 anhidrat granuler pada lapisan atas, dilewatkan pada corong untuk disaring. Proses selanjutnya adalah pemurnian. Pada proses pemurnian glass wall ditempatkan pada bagian bawah kolom kromatografi dan ditambahkan 1.6 gram fluoricyl serta 1.6 gram Na2SO4 anhidrat Granuler, kolom dicuci dengan 50 ml heksan, kemudian dengan 50 ml metanol, dan membuang cairan pencuci. Elusi dengan 11 ml heksan, ditampung masing-masing dalam labu erlemeyer dan diuapkan sampai 0.5 ml diatas water bath.. Sample yang telah diuapkan diatas water bath diambil sebanyak 10 mikroliter dengan menggunakan syringe, kemudian di injeksikan ke dalam kolom melalui septum secara bersamaan dengan menekan tombol start. Dilayar monitor diagram kromatogram yang terbentuk dapat dimati. Perhitungan nilai kuantitatif residu yang terdapat pada sample menggunakan rumus :
μg/L (ppm) = A x B x C x D
E x F x G
Dimana :
A : Konsentrasi larutan standart pestisida (μg/ μl)
B : Tinggi puncak hasil pemurnian (mm)
C : Volume akhir hasil ekstraksi ( μl)
D : Faktor Pengenceran (bila ada)
E : Tinggi puncak larutan standart (mm)
F : Volume hasil pemurnian yang disuntikkan ( μl)
G : Volume atau berat dari contoh atau spesimen yang di ekstrak (ml atau gram).
Pengambilan sample daun dilakukan sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5, dan sehari setelah aplikasi ke 6. Pengambilan sample dilakukan dengan mengambil sample secara diagonal dengan lima titik pengambilan. Jumlah daun yang diambil masing-masing 3 pucuk.
Jumlah jamur-jamur Rhizosfir
Jumlah populasi jamur rhizosfir di ukur dengan menggunakan metode cawan pengenceran. Metode tersebut dilakukan dengan cara mengambil sample tanah sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam 99 ml aquadest steril dan dikocok hingga homogen, 1 cc suspensi tanah pada pengenceran pertama (10-2) dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 cc aquadest steril, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-3). Dengan cara yang sama dibuat pengenceran selanjutnya sampai pada pengenceran 10-5. Proses selanjutnya yaitu menuang media PDA sebanyak + 10 cc yang telah dicairkan pada suhu 50 0C kedalamcawan petri yang telah disiapkan. Apabila media dalam cawan petri telah memadat, selanjutnya mengambil 1 cc suspensi jamur dari masing-masing seri pengenceran dengan memakai pipet steril dan dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi media PDA. Kemudian kultur diinkubasikan pada suhu kamar selama 7 hari (Gams et al, 1975; Cappucino dan Sherman, 1983).
Setiap koloni jamur yang tumbuh dalam cawan petri dianggap identik dengan satu propagul dalam tanah. Jumlah koloni dalam cawan petri kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh angka perkiraan populasi jamur tanah per gram tanah. Isolat yang tumbuh kemudian diisolasi lebih lanjut untuk diamati dibawah mikroskop dan diidentifikasi. Identifikasi didasarkan atas buku manual yang ada meliputi Bentuk dan Warna koloni, miselium dan bentuk spora. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum aplikasi pertama, dua hari setelah aplikasi kelima dan dua hari setelah aplikasi kedelapan.
Residu Fungisida Dalam Tanah
Residu Mancozeb dalam tanah dianalisa dengan metode yang sama seperti yang dilakukan pada sample daun.
Sample tanah diambil secara diagonal dengan lima titik pengambilan sample disekitar tanaman. Pengambilan sample dan analisis residunya dilakukan 3 kali yakni sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5 dan sehari setelah aplikasi ke 6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Penyakit Busuk Daun (P. infestans)
Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa konsentrasi aplikasi fungisida berbahan aktif Mancozeb 80 % berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit busuk daun. Pada pengamatan terhadap intensitas serangan, gejala infeksi busuk daun mulai tampak pada saat umur tanaman 21 hst, tetapi aplikasi fungisida belum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga bahwa sebelum melakukan infeksi yang ditunjukkan dengan gejala, zoospora yang merupakan spora aktif jamur P. infestans maupun konidiumnya telah menyebar pada seluruh petak perlakuan. Spora kembara dan konidium ini dihasilkan oleh bagian konidiofor dari infeksi awal. Penyebaran yang merata, kemudian akan dilanjutkan dengan keluarnya haustorium dari bagian infektif tersebut. Penetrasi awal melalui stomata dilakukan dengan menggunakan haustorium, sebagai alat penetrasi untuk mengambil nutrisi. Infeksi akan terlihat dalam beberapa jam saja setelah proses penetrasi. Saat terlihat gejala, maka saat itu patogen telah memperbanyak diri dan mengkolonisasi jaringan tumbuhan dengan luas tertentu. P. infestans merupakan patogen yang polisiklik (Agrios, 1996), artinya dalam satu musim tanam, patogen sangat cepat menyelesaikan daur hidupnya. Daur hidup P. infestans ini akan berdampak pada produksi dan penyebaran spora, sehingga penyebaran penyakit juga akan cepat terjadi.
Pengaruh penggunaan fungisida mulai terlihat setelah aplikasi kedua saat tanaman berumur 28 hst. Aplikasi fungisida dengan konsentrasi 3 gr/l memberikan penekanan terhadap intensitas serangan tertinggi. Penekanan terhadap intensitas serangan dapat dilihat pada fungisida Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l. Sampai akhir aplikasi, fungisida Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l memberikan penekanan terhadap intensitas serangan terbaik, dibandingkan dengan Dithane M-45 konsentrasi 3 gr/l. Kedua fungisida ini memiliki bahan aktif yang sama, yaitu Mancozeb 80 %. Menurut (Djojosumarto, 2000) ada dua variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fungisida. Yaitu evaluasi biologis dan evaluasi fisik. Evaluasi biologis didasarkan atas pengaruhnya terhadap organisme sasaran. Pengaruh ini tidak terlepas dari adanya bahan pembawa (carrier), bahan perata atau kandungan bahan aktifnya sendiri. Dan kedua adalah evalusi fisik, yaitu didasarkan atas ukuran droplet, penutupan (coverage) dan recoveri dari fungisida yang diaplikasikan. Di lapang, meskipun tidak terdapat data kuantitatif, Victory 80 WP memiliki penutupan yang lebih baik dibandingkan dengan Dithane M-45. Secara kuantitatif dapat dilihat dari hasil analisis residu yang terdapat pada daun dan tanah, pada pembahasan variabel yang lain dibagian selanjutnya. Disamping itu dari pengujian terhadap kelarutan yang dihitung dalam waktu 3 menit, saat dijatuhkan dalam gelas ukur 100 ml secara bersamaan, Victory 80 WP begitu menyentuh air langsung terdispersi sehingga menyisakan endapan yang lebih sedikit dibanding dengan Dithane M-45. Kecepatan dispersi dan kelarutan dalam air ini, menunjukkan adanya ukuran partikel yang lebih kecil (Anonim, 1992) sehingga dilapang daya lekat pada sasaran lebih lama dan tidak mudah tercuci oleh hujan, dengan demikian akan memberikan perlindungan yang lebih lama pada daun dari serangan jamur. Perlindungan yang lebih lama pada permukaan daun berdampak pada berkurangnya
KESIMPULAN
Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % mampu menekan tingkat serangan penyakit busuk daun pada tanaman kentang. Intensitas serangan terkecil dicapai pada aplikasi Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l dengan mempertahankan hasil tertinggi sebanyak 8.40 ton/Ha. Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % dengan konsentrasi yang semakin meningkat, akan meninggalkan residu yang semakin tinggi pada daun dan dalam tanah serta berpengaruh terhadap penurunan populasi jamur-jamur filosfir dan rhizosfir yang hidup pada permukaan daun dan di dalam tanah.
TERHADAP JAMUR FILOSFIR DAN RHIZOSFIR
SEBAGAI DAMPAK PENGENDALIAN PENYAKIT BUSUK DAUN
(Phytophthora infestans) Mont de Barry PADA TANAMAN KENTANG
Ignatius Julijantono
Mahasiswa Program Pascasarjana Unibraw, Malang /
Staf MD PT. Tanindo Subur Prima Surabaya
Liliek Sulistyowati dan Tutung Hadi Astono
Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Penyakit busuk daun pada tanaman kentang yang disebabkan oleh jamur P. infestans merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menimbulkan kerusakan serius pada tanaman kentang, terutama pada musim penghujan. Untuk mengendalikannya petani lebih banyak menggunakan fungisida yang memiliki cara kerja sebagai racun kontak dan sistemik. Fungisida dengan bahan aktif Mancozeb 80 % banyak digunakan petani terutama pada musim penghujan dengan merk dagang Dithane M-45. Dengan bahan aktif yang sama, Mancozeb 80 % banyak beredar dengan merk dagang yang lain yaitu Victory 80 WP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Mancozeb 80 % dalam mengendalikan penyakit busuk daun kentang serta dampak residu yang ditimbulkannya terhadap kehidupan jamur-jamur filosfir dan rhizosfir. Percobaan lapang dilaksanakan di kebun percobaan Universitas Brawijaya di Dusun Sumberbrantas Desa Tulungrejo Batu (1800 dpl) pada bulan Desember 2001 sampai Maret 2002, sedangkan percobaan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya.
Percobaan lapang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan : Victory 80 WP konsentrasi 0.5 gr/l (V1), 1 gr/l (V2), 1.5 gr/l (V3), 2 gr/l (V4), 2,4 gr/l (V5), 3 gr/l (V6), Dithane M-45 konsentrasi 2.4 gr/l (D1) dan 3 gr/l (D2) sebagai pembanding serta Kontrol (k), Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Data dianalisa dengan Analisis Ragam (ANOVA) dan uji lanjutannya menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5 %, sedangkan tingkat residu pada daun dan dalam tanah dianalisa menggunakan alat Gas Kromatografi (GC) dengan standart Mancozeb murni dari PT. Tanindo Subur Prima Surabaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi fungisida Mancozeb 80 % mampu menekan tingkat serangan penyakit busuk daun pada tanaman kentang. Intensitas serangan terkecil dicapai pada aplikasi Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l dengan mempertahankan hasil tertinggi sebanyak 8.40 ton/Ha. Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % dengan konsentrasi yang semakin meningkat, akan meninggalkan residu yang semakin tinggi pada daun dan dalam tanah serta berpengaruh terhadap penurunan populasi jamur-jamur filosfir dan rhizosfir yang hidup pada permukaan daun dan di dalam tanah.
______________________
Kata kunci : Mancozeb 80 %, Residu, Filosfir, Rhizosfir
PENDAHULUAN
Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian telah menunjukkan hasil dalam menanggulangi merosotnya produksi akibat serangan jasad pengganggu. Bahkan penggunaan pestisida mampu menyelamatkan paling tidak sepertiga dari kehilangan hasil akibat penyakit (Dibiyantoro, 1995).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pestisida telah meluas pada beberapa komoditi pertanian, salah satunya komoditi kentang. Pada tanaman kentang perlakuan fungisida banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk daun yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans (Mont) de Barry. Bahkan sampai sekarang pendekatan teknik pengendalian masih tergantung pada penggunaan fungisida.
Hasil survey tahun 2001 (Abadi, et.al, 2001) terhadap petani-petani sayuran di Batu Malang menunjukkan bahwa para petani melakukan aplikasi fungisida antara 2-3 kali setiap minggu dengan dosis 1 kg/200 liter air atau setara dengan konsentrasi 5 gr/liter air. Penyemprotan fungisida dapat ditambah intervalnya bila cuaca dianggap menguntungkan bagi pertumbuhan jamur P. infestans. Diantara fungisida yang biasa digunakan oleh petani adalah yang berbahan aktif Mancozeb 80 %.
Di Indonesia fungisida berbahan aktif Mancozeb sangat luas digunakan petani kentang untuk mengendalikan penyakit busuk daun. Petani kentang rata-rata menggunakan fungisida Mancozeb sebanyak 25 kg setiap hektar dalam satu musim tanam (Anonim, 1999). Dengan total area penanaman kentang mencapai 64.971 hektar dan kebutuhan fungisida sebanyak 25 kg setiap hektarnya, maka total fungisida Mancozeb yang beredar di Indonesia mencapai 1.624.275 kg atau 1.624,3 ton setiap musim tanam kentang. Di Jawa Timur sendiri, luas penanaman kentang mencapai jumlah 6.796 hektar dengan total kebutuhan fungisida golongan Dithiocarbamat (Dithane dan Antracol) mencapai jumlah 169.900 kg atau 169,9 ton setiap musim tanam (Anonim, 1999).
Dampak samping penggunaan fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk daun di lahan tanaman kentang adalah adanya residu yang tertinggal di dalam tanah dan tanaman kentang. Semakin banyak tanaman kentang disemprot dengan fungisida maka akan berpengaruh terhadap akumulasi residu pada daun dan di dalam tanah. Perilaku pada daun dan di dalam tanah dapat mengalami pencucian oleh hujan, mengalami degradasi kimia oleh mikroba, bioakumulasi fungisida oleh mikroba, perubahan tingkat populasi mikroba pada daun dan tanah dan sebagainya.
Sehubungan dengan semakin luasnya penggunaan bahan aktif Mancozeb 80% dan mengingat penyakit busuk daun kentang terus mengancam produktifitas tanaman kentang, maka perlu penelitian untuk menguji efektifitas fungisida Mancozeb 80% dalam mengendalikan penyakit busuk daun kentang. Penelitian juga dilakukan terhadap efek residu fungisida Mancozeb yang diaplikasikan pada bagian daun tanaman, di dalam tanah sekitar tanaman serta kehidupan jamur-jamur non target yang berada pada permukaan daun dan yang terdapat di dalam tanah.
METODE PENELITIAN
Penelitian lapangan dilaksanakan di areal Kebun Percobaan Universitas Brawijaya Malang di Dusun Sumber Brantas Desa Tulung Rejo Batu dengan ketinggian 1800 mdpl. Percobaan dimulai pada bulan Desember 2001 samapai Maret 2002. Penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Untuk analisis residu pada daun dan tanah dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Surabaya.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan disusun menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali. Tanaman kentang varietas granola yang peka terhadap P. infestans ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 50 cm dengan satu umbi tiap lubang tanam. Fungisida Victory 80 WP yang diuji meliputi 6 perlakuan dengan 2 pembanding dari bahan aktif sejenis dan ditambah 1 kontrol tanpa perlakuan fungisida. Aplikasi pertama diberikan setelah umur 14 hst dan selanjutnya diberikan interval 7 hari sekali. Jumlah aplikasi diperkirakan mencapai 10 kali. Untuk mengendalikan hama Trips sp, Aphids sp dan lalat daun diaplikasikan insektisida Curracron, Confidor dan untuk mengendalikan penyakit busuk daun hanya diberikan fungisida sesuai dengan perlakuan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan selanjutnya beda antar perlakuan diuji dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5 %.
Penelitian Laboratorium
Pengujian Senyawa Mancozeb 80 % Secara In Vitro
Penelitian pengujian senyawa Mancozeb 80 % secara In Vitro menggunakan metode kertas saring menurut Sharvelle (1979) dan Dekker (1983). Perlakuan yang diuji dalam percobaan ini meliputi 9 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali serta disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Langkah pertama dalam pengujian secara In Vitro adalah membuat media Rye Seed Agar yang memiliki komposisi Biji Rye sebanyak 100 g, Dextrose 5 g, Air 500 ml serta antibiotika pymaricin sebanyak 0.05 gr, dimasukkan dalam autoclave untuk dilakukan sterilisasi. Kemudian menuang 10 cc media yang telah mencair dengn suhu 50 0 C ke dalam cawan petri sampai memadat. Langkah selanjutnya adalah menumbuhkan inokulum jamur yang berasal dari tanaman kentang yang sakit ke dalam medium Rye Seed Agar. Langkah tersebut adalah untuk memperoleh inokulum jamur P. infestans yang murni. Apabila diperoleh inokulum jamur yang murni, maka dapat dilakukan pengujian secara In Vitro. Dalam pengujian ini pertama adalah membagi daerah luasan cawan petri yang akan ditempatkan konsentrasi masing-masing perlakuan fungisida menjadi 4 bagian sama besar. Masing-masing luasan tersebut diletakkan bulatan kertas saring yang telah direndam dengan larutan fungisida sesuai konsentrasi. Satu biakan jamur dalam medium Rye Seed Agar terdapat bulatan kertas saring yang telah direndam dengan larutan fungisida, selanjutnya diinkubasikan pada suhu kamar selama 5-7 hari. Pengamatan meliputi perkembangan jamur dan penghambatan fungisida terhadap perkembangan jamur tersebut dengan cara mengukur diameter pertumbuhan jamur yang terhambat pada cawan petri. Persentase penghambatan dinyatakan dalam rumus (Johson, 1972) sebagai berikut :
Daya hambat (%) = jamur kontrol - jamur terhambat x 100
jamur kontrol
Jumlah Jamur-jamur Filosfir
Pengamatan juga dilakukan terhadap kehidupan jamur-jamur filosfir (jamur non target), dengan cara mengisolasi jenis-jenis dan populasi jamur dari daun kemudian ditumbuhkan secara In Vitro dalam media PDA. Jumlah jamur dihitung dari banyaknya koloni yang tumbuh pada media dikalikan dengan faktor pengenceran. Masing-masing koloni dari setiap genus yang tumbuh dipisahkan sebagai biakan murni dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan selain berdasarkan bentuk dan warna koloni dengan pengamatan visual, juga berdasarkan buku-buku manual identifikasi yang ada (Barnett, 1962). Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum aplikasi, satu hari setelah aplikasi ke 5 dan satu hari setelah aplikasi ke 6.
Residu Fungisida Pada Daun
Untuk mengetahui kadar residu Mancozeb yang tertinggal pada daun, digunakan Gas Kromatografi dengan standart Mancozeb murni yang diperoleh dari PT. Tanindo Subur Prima. Pengambilan sample daun dilakukan sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5, dan sehari setelah aplikasi ke 6. Pengambilan sample dilakukan dengan mengambil sample secara diagonal dengan lima titik pengambilan. Jumlah daun yang diambil masing-masing 3 pucuk. Ekstraksi sample dilakukan secara langsung pada saat sample masih segar. Langkah ini dilakukan sesuai dengan sifat Mankozeb yang tidak stabil dan mudah hilang pada sample yang akan dihitung secara kuantitatif (Sudirman, 2002). Pengujian dengan Gas Kromatografi Penyaringan, Pemurnian dan Injeksi ke dalam kolom (Anonim, 1990). Pada Proses penyaringan, sample dari daun dan tanah ditimbang sebanyak 250 gram dan ditambahkan Acetonitril serta 5 gram Na2SO4 anhidrat granuler, kemudian diblender dan disaring. Proses selanjutnya adalah memasukkan sebanyak 93 ml filtrat dalam corong pisah yang berisi 100 ml petroleum eter, dikocok selama 5 menit, dan membuang lapisan air yang terpisah pada bagian bawah. Pada sisa larutan ditambahkan 200 ml Na2SO4 2 %, dikocok selama 2 menit, dan membuang lagi sisa air yang terpisah. Pada corong biasa diberi glass wall dan Na2SO4 anhidrat granuler pada lapisan atas, dilewatkan pada corong untuk disaring. Proses selanjutnya adalah pemurnian. Pada proses pemurnian glass wall ditempatkan pada bagian bawah kolom kromatografi dan ditambahkan 1.6 gram fluoricyl serta 1.6 gram Na2SO4 anhidrat Granuler, kolom dicuci dengan 50 ml heksan, kemudian dengan 50 ml metanol, dan membuang cairan pencuci. Elusi dengan 11 ml heksan, ditampung masing-masing dalam labu erlemeyer dan diuapkan sampai 0.5 ml diatas water bath.. Sample yang telah diuapkan diatas water bath diambil sebanyak 10 mikroliter dengan menggunakan syringe, kemudian di injeksikan ke dalam kolom melalui septum secara bersamaan dengan menekan tombol start. Dilayar monitor diagram kromatogram yang terbentuk dapat dimati. Perhitungan nilai kuantitatif residu yang terdapat pada sample menggunakan rumus :
μg/L (ppm) = A x B x C x D
E x F x G
Dimana :
A : Konsentrasi larutan standart pestisida (μg/ μl)
B : Tinggi puncak hasil pemurnian (mm)
C : Volume akhir hasil ekstraksi ( μl)
D : Faktor Pengenceran (bila ada)
E : Tinggi puncak larutan standart (mm)
F : Volume hasil pemurnian yang disuntikkan ( μl)
G : Volume atau berat dari contoh atau spesimen yang di ekstrak (ml atau gram).
Pengambilan sample daun dilakukan sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5, dan sehari setelah aplikasi ke 6. Pengambilan sample dilakukan dengan mengambil sample secara diagonal dengan lima titik pengambilan. Jumlah daun yang diambil masing-masing 3 pucuk.
Jumlah jamur-jamur Rhizosfir
Jumlah populasi jamur rhizosfir di ukur dengan menggunakan metode cawan pengenceran. Metode tersebut dilakukan dengan cara mengambil sample tanah sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam 99 ml aquadest steril dan dikocok hingga homogen, 1 cc suspensi tanah pada pengenceran pertama (10-2) dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 cc aquadest steril, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-3). Dengan cara yang sama dibuat pengenceran selanjutnya sampai pada pengenceran 10-5. Proses selanjutnya yaitu menuang media PDA sebanyak + 10 cc yang telah dicairkan pada suhu 50 0C kedalamcawan petri yang telah disiapkan. Apabila media dalam cawan petri telah memadat, selanjutnya mengambil 1 cc suspensi jamur dari masing-masing seri pengenceran dengan memakai pipet steril dan dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi media PDA. Kemudian kultur diinkubasikan pada suhu kamar selama 7 hari (Gams et al, 1975; Cappucino dan Sherman, 1983).
Setiap koloni jamur yang tumbuh dalam cawan petri dianggap identik dengan satu propagul dalam tanah. Jumlah koloni dalam cawan petri kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh angka perkiraan populasi jamur tanah per gram tanah. Isolat yang tumbuh kemudian diisolasi lebih lanjut untuk diamati dibawah mikroskop dan diidentifikasi. Identifikasi didasarkan atas buku manual yang ada meliputi Bentuk dan Warna koloni, miselium dan bentuk spora. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum aplikasi pertama, dua hari setelah aplikasi kelima dan dua hari setelah aplikasi kedelapan.
Residu Fungisida Dalam Tanah
Residu Mancozeb dalam tanah dianalisa dengan metode yang sama seperti yang dilakukan pada sample daun.
Sample tanah diambil secara diagonal dengan lima titik pengambilan sample disekitar tanaman. Pengambilan sample dan analisis residunya dilakukan 3 kali yakni sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5 dan sehari setelah aplikasi ke 6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Penyakit Busuk Daun (P. infestans)
Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa konsentrasi aplikasi fungisida berbahan aktif Mancozeb 80 % berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit busuk daun. Pada pengamatan terhadap intensitas serangan, gejala infeksi busuk daun mulai tampak pada saat umur tanaman 21 hst, tetapi aplikasi fungisida belum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga bahwa sebelum melakukan infeksi yang ditunjukkan dengan gejala, zoospora yang merupakan spora aktif jamur P. infestans maupun konidiumnya telah menyebar pada seluruh petak perlakuan. Spora kembara dan konidium ini dihasilkan oleh bagian konidiofor dari infeksi awal. Penyebaran yang merata, kemudian akan dilanjutkan dengan keluarnya haustorium dari bagian infektif tersebut. Penetrasi awal melalui stomata dilakukan dengan menggunakan haustorium, sebagai alat penetrasi untuk mengambil nutrisi. Infeksi akan terlihat dalam beberapa jam saja setelah proses penetrasi. Saat terlihat gejala, maka saat itu patogen telah memperbanyak diri dan mengkolonisasi jaringan tumbuhan dengan luas tertentu. P. infestans merupakan patogen yang polisiklik (Agrios, 1996), artinya dalam satu musim tanam, patogen sangat cepat menyelesaikan daur hidupnya. Daur hidup P. infestans ini akan berdampak pada produksi dan penyebaran spora, sehingga penyebaran penyakit juga akan cepat terjadi.
Pengaruh penggunaan fungisida mulai terlihat setelah aplikasi kedua saat tanaman berumur 28 hst. Aplikasi fungisida dengan konsentrasi 3 gr/l memberikan penekanan terhadap intensitas serangan tertinggi. Penekanan terhadap intensitas serangan dapat dilihat pada fungisida Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l. Sampai akhir aplikasi, fungisida Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l memberikan penekanan terhadap intensitas serangan terbaik, dibandingkan dengan Dithane M-45 konsentrasi 3 gr/l. Kedua fungisida ini memiliki bahan aktif yang sama, yaitu Mancozeb 80 %. Menurut (Djojosumarto, 2000) ada dua variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fungisida. Yaitu evaluasi biologis dan evaluasi fisik. Evaluasi biologis didasarkan atas pengaruhnya terhadap organisme sasaran. Pengaruh ini tidak terlepas dari adanya bahan pembawa (carrier), bahan perata atau kandungan bahan aktifnya sendiri. Dan kedua adalah evalusi fisik, yaitu didasarkan atas ukuran droplet, penutupan (coverage) dan recoveri dari fungisida yang diaplikasikan. Di lapang, meskipun tidak terdapat data kuantitatif, Victory 80 WP memiliki penutupan yang lebih baik dibandingkan dengan Dithane M-45. Secara kuantitatif dapat dilihat dari hasil analisis residu yang terdapat pada daun dan tanah, pada pembahasan variabel yang lain dibagian selanjutnya. Disamping itu dari pengujian terhadap kelarutan yang dihitung dalam waktu 3 menit, saat dijatuhkan dalam gelas ukur 100 ml secara bersamaan, Victory 80 WP begitu menyentuh air langsung terdispersi sehingga menyisakan endapan yang lebih sedikit dibanding dengan Dithane M-45. Kecepatan dispersi dan kelarutan dalam air ini, menunjukkan adanya ukuran partikel yang lebih kecil (Anonim, 1992) sehingga dilapang daya lekat pada sasaran lebih lama dan tidak mudah tercuci oleh hujan, dengan demikian akan memberikan perlindungan yang lebih lama pada daun dari serangan jamur. Perlindungan yang lebih lama pada permukaan daun berdampak pada berkurangnya
KESIMPULAN
Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % mampu menekan tingkat serangan penyakit busuk daun pada tanaman kentang. Intensitas serangan terkecil dicapai pada aplikasi Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l dengan mempertahankan hasil tertinggi sebanyak 8.40 ton/Ha. Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % dengan konsentrasi yang semakin meningkat, akan meninggalkan residu yang semakin tinggi pada daun dan dalam tanah serta berpengaruh terhadap penurunan populasi jamur-jamur filosfir dan rhizosfir yang hidup pada permukaan daun dan di dalam tanah.
Selasa, 01 Juni 2010
Basmilang
Basmilang
Herbisida Basmilang
Gulma daun lebar :
1. Mikania micrantha (Sembung rambut)
Gulma daun sempit :
1. Ischaemum timorense (Tembagan)
2. Imperata cylindrica (Alang-alang)
3. Leptochloa chinensis (Timunan)
4. Echinochloa colonum (Tuton)
Teki :
1. Cyperus diformis (Sunduk welut)
2. Cyperus distans
Bahan aktif : IPA Glifosat 480 gram per liter
Cara kerja : SISTEMIK purna tumbuh
Bentuk : Cairan
Formulasi : Aqueous Suspension ( AS )
Bahan Aktif : Isopropilamina Glisofat
Decis 2.5 EC
Decis 2.5 EC
Decis adalah insektisida non sistemik, yang bekerja pada serangga dengan cara kontak dan pencernaan. Decis menguasai spektrum besar dari serangga hama yang berbeda seperti Lepidoptera, Homoptera, dan Coleoptera.
Decis juga aktif untuk beberapa serangga hama dari kelas lain seperti Hemiptera (hama), Orthoptera (belalang), Diptera (lalat) dan Thysanoptera (thrips.)
Sekarang ini hampir semua Pyrethroid terdiri atas beberapa isomers yang antaranya aktif, dan beberapa diantaranya tidak aktif.
Bahan aktif Decis yang terdiri atas hanya satu isomer, yaitu isomer murni D-CIS.
Selalu lebih baik untuk memakai isomer yang paling aktif daripada campuran optik isomers untuk melakukan perawatan pada tanaman.
Informasi Soal Racun dan Keamanan
LD50 Acute Toxicity
Oral, rat: >630-757 mg/kg
Dermal rat : >5000 mg/kg
Peringatan Bahaya
Mudah terbakar. Berbahaya bila terhisap dan tertelan. Iritasi pada kulit dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada mata.
Gejala Keracunan
Spasmodic, pingsan, repertory paralysis, apathetic, kulit seperti terbakar dan sangat sensitive bila tersentuh.
Penawar Racun
Tidak diketahui
Pertolongan Pertama
Informasi Umum
Pindahkan korban dari daerah bahaya. Bila ada kemungkinan korban menjadi tidak sadar, letakkan di posisi yang stabil. Tanggalkan pakaian yang terkena insektisida
Bila Terhisap
Bawa korban ke udara segar, panggil dokter secepat mungkin
Bila Terkena Kulit
Segera cuci kulit dengan air dan sabun yang banyak kemudian cari bantuan medis
Bila Terkena Mata
Apabila insektisida mengenai mata, cucilah segera mata yang terkena dengan air bersih yang mengalir selama 15 menit.
Bila Tertelan
Apabila insektisida tertelan dan penderita masih sadar, segera usahakan pemuntahan dengan memberikan minum segelas air hangat yang diberi 1 sendok garam dapur.
Informasi Untuk Dokter:
Perawatan dasar, Dekontaminasi, Perawatan sesuai gejala. Kontraindikasi: alcohol, lemak, minyak dan susu.
Untuk pemesanan hubungi :
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 48.000
Insektisida kontak lambung berbentuk cair
Grup | : | Insektisida |
Bahan Aktif | : | Deltamethrin 25 g/l |
Ukuran Kemasan | : | 50 ml, 80 ml, 300 ml, 500 ml, 5 liter |
Decis juga aktif untuk beberapa serangga hama dari kelas lain seperti Hemiptera (hama), Orthoptera (belalang), Diptera (lalat) dan Thysanoptera (thrips.)
Sekarang ini hampir semua Pyrethroid terdiri atas beberapa isomers yang antaranya aktif, dan beberapa diantaranya tidak aktif.
Bahan aktif Decis yang terdiri atas hanya satu isomer, yaitu isomer murni D-CIS.
Selalu lebih baik untuk memakai isomer yang paling aktif daripada campuran optik isomers untuk melakukan perawatan pada tanaman.
Rekomendasi: | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
LD50 Acute Toxicity
Oral, rat: >630-757 mg/kg
Dermal rat : >5000 mg/kg
Peringatan Bahaya
Mudah terbakar. Berbahaya bila terhisap dan tertelan. Iritasi pada kulit dan dapat menyebabkan kerusakan serius pada mata.
Gejala Keracunan
Spasmodic, pingsan, repertory paralysis, apathetic, kulit seperti terbakar dan sangat sensitive bila tersentuh.
Penawar Racun
Tidak diketahui
Pertolongan Pertama
Informasi Umum
Pindahkan korban dari daerah bahaya. Bila ada kemungkinan korban menjadi tidak sadar, letakkan di posisi yang stabil. Tanggalkan pakaian yang terkena insektisida
Bila Terhisap
Bawa korban ke udara segar, panggil dokter secepat mungkin
Bila Terkena Kulit
Segera cuci kulit dengan air dan sabun yang banyak kemudian cari bantuan medis
Bila Terkena Mata
Apabila insektisida mengenai mata, cucilah segera mata yang terkena dengan air bersih yang mengalir selama 15 menit.
Bila Tertelan
Apabila insektisida tertelan dan penderita masih sadar, segera usahakan pemuntahan dengan memberikan minum segelas air hangat yang diberi 1 sendok garam dapur.
Informasi Untuk Dokter:
Perawatan dasar, Dekontaminasi, Perawatan sesuai gejala. Kontraindikasi: alcohol, lemak, minyak dan susu.
Untuk pemesanan hubungi :
krakatau tetap jaya
Xl : 087868911118
Flexi : (061)76767199
Harga : Rp. 48.000
Insektisida kontak lambung berbentuk cair
Atonik
Zat pengatur tumbuh tanaman berbentuk larutan dalam air berwarna cokelat tua, bermanfaat untuk meningkatkan jumlah buah, bobot buah biji tanaman, kakao, jeruk, kentang, tomat dan cabai merah juga menghambat dan menekan perkembangan penyakit pada tanaman cabai merah, padi tomat, kentanh dan bawang merah. Menurunkan kadar butir beras yang pecah pada tanaman padi.
Dithane M-45 500 Gr
Efek Residu Fungisida Berbahan Aktif Mancozeb 80 %
Terhadap Jamur Filosfir dan Rhizosfir
Sebagai Dampak Pengendalian Penyakit Busuk Daun
(Phytophthora infestans) Mont de Barry Pada Tanaman Kentang
Ignatius Julijantono
Mahasiswa Program Pascasarjana Unibraw, Malang /
Staf MD PT. Tanindo Subur Prima Surabaya
Liliek Sulistyowati dan Tutung Hadi Astono
Staf Pengajar Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang
ABSTRAK
Penyakit busuk daun pada tanaman kentang yang disebabkan oleh jamur P. infestans merupakan salah satu penyakit penting yang dapat menimbulkan kerusakan serius pada tanaman kentang, terutama pada musim penghujan. Untuk mengendalikannya petani lebih banyak menggunakan fungisida yang memiliki cara kerja sebagai racun kontak dan sistemik. Fungisida dengan bahan aktif Mancozeb 80 % banyak digunakan petani terutama pada musim penghujan dengan merk dagang Dithane M-45. Dengan bahan aktif yang sama, Mancozeb 80 % banyak beredar dengan merk dagang yang lain yaitu Victory 80 WP. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Mancozeb 80 % dalam mengendalikan penyakit busuk daun kentang serta dampak residu yang ditimbulkannya terhadap kehidupan jamur-jamur filosfir dan rhizosfir. Percobaan lapang dilaksanakan di kebun percobaan Universitas Brawijaya di Dusun Sumberbrantas Desa Tulungrejo Batu (1800 dpl) pada bulan Desember 2001 sampai Maret 2002, sedangkan percobaan laboratorium dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya dan Laboratorium Kesehatan Daerah Surabaya.
Percobaan lapang disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan : Victory 80 WP konsentrasi 0.5 gr/l (V1), 1 gr/l (V2), 1.5 gr/l (V3), 2 gr/l (V4), 2,4 gr/l (V5), 3 gr/l (V6), Dithane M-45 konsentrasi 2.4 gr/l (D1) dan 3 gr/l (D2) sebagai pembanding serta Kontrol (k), Masing-masing perlakuan diulang 4 kali. Data dianalisa dengan Analisis Ragam (ANOVA) dan uji lanjutannya menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5 %, sedangkan tingkat residu pada daun dan dalam tanah dianalisa menggunakan alat Gas Kromatografi (GC) dengan standart Mancozeb murni dari PT. Tanindo Subur Prima Surabaya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi fungisida Mancozeb 80 % mampu menekan tingkat serangan penyakit busuk daun pada tanaman kentang. Intensitas serangan terkecil dicapai pada aplikasi Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l dengan mempertahankan hasil tertinggi sebanyak 8.40 ton/Ha. Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % dengan konsentrasi yang semakin meningkat, akan meninggalkan residu yang semakin tinggi pada daun dan dalam tanah serta berpengaruh terhadap penurunan populasi jamur-jamur filosfir dan rhizosfir yang hidup pada permukaan daun dan di dalam tanah.
______________________
Kata kunci : Mancozeb 80 %, Residu, Filosfir, Rhizosfir
PENDAHULUAN
Penggunaan pestisida dalam bidang pertanian telah menunjukkan hasil dalam menanggulangi merosotnya produksi akibat serangan jasad pengganggu. Bahkan penggunaan pestisida mampu menyelamatkan paling tidak sepertiga dari kehilangan hasil akibat penyakit (Dibiyantoro, 1995).
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pemakaian pestisida telah meluas pada beberapa komoditi pertanian, salah satunya komoditi kentang. Pada tanaman kentang perlakuan fungisida banyak digunakan untuk mengendalikan penyakit busuk daun yang disebabkan oleh jamur Phytophthora infestans (Mont ) de Barry. Bahkan sampai sekarang pendekatan teknik pengendalian masih tergantung pada penggunaan fungisida.
Hasil survey tahun 2001 (Abadi, et.al, 2001) terhadap petani-petani sayuran di Batu Malang menunjukkan bahwa para petani melakukan aplikasi fungisida antara 2-3 kali setiap minggu dengan dosis 1 kg/200 liter air atau setara dengan konsentrasi 5 gr/liter air. Penyemprotan fungisida dapat ditambah intervalnya bila cuaca dianggap menguntungkan bagi pertumbuhan jamur P. infestans. Diantara fungisida yang biasa digunakan oleh petani adalah yang berbahan aktif Mancozeb 80 %.
Di Indonesia fungisida berbahan aktif Mancozeb sangat luas digunakan petani kentang untuk mengendalikan penyakit busuk daun. Petani kentang rata-rata menggunakan fungisida Mancozeb sebanyak 25 kg setiap hektar dalam satu musim tanam (Anonim, 1999). Dengan total area penanaman kentang mencapai 64.971 hektar dan kebutuhan fungisida sebanyak 25 kg setiap hektarnya, maka total fungisida Mancozeb yang beredar di Indonesia mencapai 1.624.275 kg atau 1.624,3 ton setiap musim tanam kentang. Di Jawa Timur sendiri, luas penanaman kentang mencapai jumlah 6.796 hektar dengan total kebutuhan fungisida golongan Dithiocarbamat (Dithane dan Antracol) mencapai jumlah 169.900 kg atau 169,9 ton setiap musim tanam (Anonim, 1999).
Dampak samping penggunaan fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk daun di lahan tanaman kentang adalah adanya residu yang tertinggal di dalam tanah dan tanaman kentang. Semakin banyak tanaman kentang disemprot dengan fungisida maka akan berpengaruh terhadap akumulasi residu pada daun dan di dalam tanah. Perilaku pada daun dan di dalam tanah dapat mengalami pencucian oleh hujan, mengalami degradasi kimia oleh mikroba, bioakumulasi fungisida oleh mikroba, perubahan tingkat populasi mikroba pada daun dan tanah dan sebagainya.
Sehubungan dengan semakin luasnya penggunaan bahan aktif Mancozeb 80% dan mengingat penyakit busuk daun kentang terus mengancam produktifitas tanaman kentang, maka perlu penelitian untuk menguji efektifitas fungisida Mancozeb 80% dalam mengendalikan penyakit busuk daun kentang. Penelitian juga dilakukan terhadap efek residu fungisida Mancozeb yang diaplikasikan pada bagian daun tanaman, di dalam tanah sekitar tanaman serta kehidupan jamur-jamur non target yang berada pada permukaan daun dan yang terdapat di dalam tanah.
Metode Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di areal Kebun Percobaan Universitas Brawijaya Malang di Dusun Sumber Brantas Desa Tulung Rejo Batu dengan ketinggian ± 1800 mdpl. Percobaan dimulai pada bulan Desember 2001 samapai Maret 2002. Penelitian laboratorium dilakukan di Laboratorium Mikologi Jurusan Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang dan Untuk analisis residu pada daun dan tanah dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan Surabaya .
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan disusun menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 9 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali. Tanaman kentang varietas granola yang peka terhadap P. infestans ditanam dengan jarak tanam 80 cm x 50 cm dengan satu umbi tiap lubang tanam. Fungisida Victory 80 WP yang diuji meliputi 6 perlakuan dengan 2 pembanding dari bahan aktif sejenis dan ditambah 1 kontrol tanpa perlakuan fungisida. Aplikasi pertama diberikan setelah umur 14 hst dan selanjutnya diberikan interval 7 hari sekali. Jumlah aplikasi diperkirakan mencapai 10 kali. Untuk mengendalikan hama Trips sp, Aphids sp dan lalat daun diaplikasikan insektisida Curracron, Confidor dan untuk mengendalikan penyakit busuk daun hanya diberikan fungisida sesuai dengan perlakuan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan selanjutnya beda antar perlakuan diuji dengan menggunakan Uji Jarak Berganda Duncan (DMRT) taraf 5 %.
Penelitian Laboratorium
Pengujian Senyawa Mancozeb 80 % Secara In Vitro
Penelitian pengujian senyawa Mancozeb 80 % secara In Vitro menggunakan metode kertas saring menurut Sharvelle (1979) dan Dekker (1983). Perlakuan yang diuji dalam percobaan ini meliputi 9 perlakuan dan diulang sebanyak 4 kali serta disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Langkah pertama dalam pengujian secara In Vitro adalah membuat media Rye Seed Agar yang memiliki komposisi Biji Rye sebanyak 100 g, Dextrose 5 g, Air 500 ml serta antibiotika pymaricin sebanyak 0.05 gr, dimasukkan dalam autoclave untuk dilakukan sterilisasi. Kemudian menuang 10 cc media yang telah mencair dengn suhu 50 0 C ke dalam cawan petri sampai memadat. Langkah selanjutnya adalah menumbuhkan inokulum jamur yang berasal dari tanaman kentang yang sakit ke dalam medium Rye Seed Agar. Langkah tersebut adalah untuk memperoleh inokulum jamur P. infestans yang murni. Apabila diperoleh inokulum jamur yang murni, maka dapat dilakukan pengujian secara In Vitro. Dalam pengujian ini pertama adalah membagi daerah luasan cawan petri yang akan ditempatkan konsentrasi masing-masing perlakuan fungisida menjadi 4 bagian sama besar. Masing-masing luasan tersebut diletakkan bulatan kertas saring yang telah direndam dengan larutan fungisida sesuai konsentrasi. Satu biakan jamur dalam medium Rye Seed Agar terdapat bulatan kertas saring yang telah direndam dengan larutan fungisida, selanjutnya diinkubasikan pada suhu kamar selama 5-7 hari. Pengamatan meliputi perkembangan jamur dan penghambatan fungisida terhadap perkembangan jamur tersebut dengan cara mengukur diameter pertumbuhan jamur yang terhambat pada cawan petri. Persentase penghambatan dinyatakan dalam rumus (Johson, 1972) sebagai berikut :
Daya hambat (%) = Æ jamur kontrol - Æ jamur terhambat x 100
Æ jamur kontrol
Jumlah Jamur-jamur Filosfir
Pengamatan juga dilakukan terhadap kehidupan jamur-jamur filosfir (jamur non target), dengan cara mengisolasi jenis-jenis dan populasi jamur dari daun kemudian ditumbuhkan secara In Vitro dalam media PDA. Jumlah jamur dihitung dari banyaknya koloni yang tumbuh pada media dikalikan dengan faktor pengenceran. Masing-masing koloni dari setiap genus yang tumbuh dipisahkan sebagai biakan murni dan diidentifikasi. Identifikasi dilakukan selain berdasarkan bentuk dan warna koloni dengan pengamatan visual, juga berdasarkan buku-buku manual identifikasi yang ada (Barnett, 1962). Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu sebelum aplikasi, satu hari setelah aplikasi ke 5 dan satu hari setelah aplikasi ke 6.
Residu Fungisida Pada Daun
Untuk mengetahui kadar residu Mancozeb yang tertinggal pada daun, digunakan Gas Kromatografi dengan standart Mancozeb murni yang diperoleh dari PT. Tanindo Subur Prima. Pengambilan sample daun dilakukan sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5, dan sehari setelah aplikasi ke 6. Pengambilan sample dilakukan dengan mengambil sample secara diagonal dengan lima titik pengambilan. Jumlah daun yang diambil masing-masing 3 pucuk. Ekstraksi sample dilakukan secara langsung pada saat sample masih segar. Langkah ini dilakukan sesuai dengan sifat Mankozeb yang tidak stabil dan mudah hilang pada sample yang akan dihitung secara kuantitatif (Sudirman, 2002). Pengujian dengan Gas Kromatografi Penyaringan, Pemurnian dan Injeksi ke dalam kolom (Anonim, 1990). Pada Proses penyaringan, sample dari daun dan tanah ditimbang sebanyak 250 gram dan ditambahkan Acetonitril serta 5 gram Na2SO4 anhidrat granuler, kemudian diblender dan disaring. Proses selanjutnya adalah memasukkan sebanyak 93 ml filtrat dalam corong pisah yang berisi 100 ml petroleum eter, dikocok selama 5 menit, dan membuang lapisan air yang terpisah pada bagian bawah. Pada sisa larutan ditambahkan 200 ml Na2SO4 2 %, dikocok selama 2 menit, dan membuang lagi sisa air yang terpisah. Pada corong biasa diberi glass wall dan Na2SO4 anhidrat granuler pada lapisan atas, dilewatkan pada corong untuk disaring. Proses selanjutnya adalah pemurnian. Pada proses pemurnian glass wall ditempatkan pada bagian bawah kolom kromatografi dan ditambahkan 1.6 gram fluoricyl serta 1.6 gram Na2SO4 anhidrat Granuler, kolom dicuci dengan 50 ml heksan, kemudian dengan 50 ml metanol, dan membuang cairan pencuci. Elusi dengan 11 ml heksan, ditampung masing-masing dalam labu erlemeyer dan diuapkan sampai 0.5 ml diatas water bath.. Sample yang telah diuapkan diatas water bath diambil sebanyak 10 mikroliter dengan menggunakan syringe, kemudian di injeksikan ke dalam kolom melalui septum secara bersamaan dengan menekan tombol start. Dilayar monitor diagram kromatogram yang terbentuk dapat dimati. Perhitungan nilai kuantitatif residu yang terdapat pada sample menggunakan rumus :
μg/L (ppm) = A x B x C x D
E x F x G
Dimana :
A : Konsentrasi larutan standart pestisida (μg/ μl)
B : Tinggi puncak hasil pemurnian (mm)
C : Volume akhir hasil ekstraksi ( μl)
D : Faktor Pengenceran (bila ada)
E : Tinggi puncak larutan standart (mm)
F : Volume hasil pemurnian yang disuntikkan ( μl)
G : Volume atau berat dari contoh atau spesimen yang di ekstrak (ml atau gram).
Pengambilan sample daun dilakukan sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5, dan sehari setelah aplikasi ke 6. Pengambilan sample dilakukan dengan mengambil sample secara diagonal dengan lima titik pengambilan. Jumlah daun yang diambil masing-masing 3 pucuk.
Jumlah jamur-jamur Rhizosfir
Jumlah populasi jamur rhizosfir di ukur dengan menggunakan metode cawan pengenceran. Metode tersebut dilakukan dengan cara mengambil sample tanah sebanyak 1 gram dan dimasukkan kedalam 99 ml aquadest steril dan dikocok hingga homogen, 1 cc suspensi tanah pada pengenceran pertama (10-2) dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi 9 cc aquadest steril, dikocok hingga homogen sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-3). Dengan cara yang sama dibuat pengenceran selanjutnya sampai pada pengenceran 10-5. Proses selanjutnya yaitu menuang media PDA sebanyak + 10 cc yang telah dicairkan pada suhu 50 0C kedalamcawan petri yang telah disiapkan. Apabila media dalam cawan petri telah memadat, selanjutnya mengambil 1 cc suspensi jamur dari masing-masing seri pengenceran dengan memakai pipet steril dan dimasukkan kedalam cawan petri yang berisi media PDA. Kemudian kultur diinkubasikan pada suhu kamar selama 7 hari (Gams et al, 1975; Cappucino dan Sherman, 1983).
Setiap koloni jamur yang tumbuh dalam cawan petri dianggap identik dengan satu propagul dalam tanah. Jumlah koloni dalam cawan petri kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran sehingga diperoleh angka perkiraan populasi jamur tanah per gram tanah. Isolat yang tumbuh kemudian diisolasi lebih lanjut untuk diamati dibawah mikroskop dan diidentifikasi. Identifikasi didasarkan atas buku manual yang ada meliputi Bentuk dan Warna koloni, miselium dan bentuk spora. Pengamatan dilakukan sebanyak tiga kali yaitu sebelum aplikasi pertama, dua hari setelah aplikasi kelima dan dua hari setelah aplikasi kedelapan.
Residu Fungisida Dalam Tanah
Residu Mancozeb dalam tanah dianalisa dengan metode yang sama seperti yang dilakukan pada sample daun.
Sample tanah diambil secara diagonal dengan lima titik pengambilan sample disekitar tanaman. Pengambilan sample dan analisis residunya dilakukan 3 kali yakni sebelum aplikasi, sehari setelah aplikasi ke 5 dan sehari setelah aplikasi ke 6.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Penyakit Busuk Daun (P. infestans)
Berdasarkan data pengamatan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa konsentrasi aplikasi fungisida berbahan aktif Mancozeb 80 % berpengaruh nyata terhadap intensitas serangan penyakit busuk daun. Pada pengamatan terhadap intensitas serangan, gejala infeksi busuk daun mulai tampak pada saat umur tanaman 21 hst, tetapi aplikasi fungisida belum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini diduga bahwa sebelum melakukan infeksi yang ditunjukkan dengan gejala, zoospora yang merupakan spora aktif jamur P. infestans maupun konidiumnya telah menyebar pada seluruh petak perlakuan. Spora kembara dan konidium ini dihasilkan oleh bagian konidiofor dari infeksi awal. Penyebaran yang merata, kemudian akan dilanjutkan dengan keluarnya haustorium dari bagian infektif tersebut. Penetrasi awal melalui stomata dilakukan dengan menggunakan haustorium, sebagai alat penetrasi untuk mengambil nutrisi. Infeksi akan terlihat dalam beberapa jam saja setelah proses penetrasi. Saat terlihat gejala, maka saat itu patogen telah memperbanyak diri dan mengkolonisasi jaringan tumbuhan dengan luas tertentu. P. infestans merupakan patogen yang polisiklik (Agrios, 1996), artinya dalam satu musim tanam, patogen sangat cepat menyelesaikan daur hidupnya. Daur hidup P. infestans ini akan berdampak pada produksi dan penyebaran spora, sehingga penyebaran penyakit juga akan cepat terjadi.
Pengaruh penggunaan fungisida mulai terlihat setelah aplikasi kedua saat tanaman berumur 28 hst. Aplikasi fungisida dengan konsentrasi 3 gr/l memberikan penekanan terhadap intensitas serangan tertinggi. Penekanan terhadap intensitas serangan dapat dilihat pada fungisida Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l. Sampai akhir aplikasi, fungisida Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l memberikan penekanan terhadap intensitas serangan terbaik, dibandingkan dengan Dithane M-45 konsentrasi 3 gr/l. Kedua fungisida ini memiliki bahan aktif yang sama, yaitu Mancozeb 80 %. Menurut (Djojosumarto, 2000) ada dua variabel yang dapat digunakan untuk mengevaluasi fungisida. Yaitu evaluasi biologis dan evaluasi fisik. Evaluasi biologis didasarkan atas pengaruhnya terhadap organisme sasaran. Pengaruh ini tidak terlepas dari adanya bahan pembawa (carrier), bahan perata atau kandungan bahan aktifnya sendiri. Dan kedua adalah evalusi fisik, yaitu didasarkan atas ukuran droplet, penutupan (coverage) dan recoveri dari fungisida yang diaplikasikan. Di lapang, meskipun tidak terdapat data kuantitatif, Victory 80 WP memiliki penutupan yang lebih baik dibandingkan dengan Dithane M-45. Secara kuantitatif dapat dilihat dari hasil analisis residu yang terdapat pada daun dan tanah, pada pembahasan variabel yang lain dibagian selanjutnya. Disamping itu dari pengujian terhadap kelarutan yang dihitung dalam waktu 3 menit, saat dijatuhkan dalam gelas ukur 100 ml secara bersamaan, Victory 80 WP begitu menyentuh air langsung terdispersi sehingga menyisakan endapan yang lebih sedikit dibanding dengan Dithane M-45. Kecepatan dispersi dan kelarutan dalam air ini, menunjukkan adanya ukuran partikel yang lebih kecil (Anonim, 1992) sehingga dilapang daya lekat pada sasaran lebih lama dan tidak mudah tercuci oleh hujan, dengan demikian akan memberikan perlindungan yang lebih lama pada daun dari serangan jamur. Perlindungan yang lebih lama pada permukaan daun berdampak pada berkurangnya
KESIMPULAN
Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % mampu menekan tingkat serangan penyakit busuk daun pada tanaman kentang. Intensitas serangan terkecil dicapai pada aplikasi Victory 80 WP konsentrasi 3 gr/l dengan mempertahankan hasil tertinggi sebanyak 8.40 ton/Ha. Aplikasi fungisida Mancozeb 80 % dengan konsentrasi yang semakin meningkat, akan meninggalkan residu yang semakin tinggi pada daun dan dalam tanah serta berpengaruh terhadap penurunan populasi jamur-jamur filosfir dan rhizosfir yang hidup pada permukaan daun dan di dalam tanah.
Langganan:
Postingan (Atom)